Selasa, 11 Desember 2012

metabolisme xenobiotik pada logam (merkuri)


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.         Latar Belakang
Xenobiotik berasal dari bahasa Yunani: Xenos yang artinya asing. Xenobiotik adalah zat asing yang masuk dalam tubuh manusia. Contoh: obat obatan, insektisida, zat kimia tambahan pada makanan (pemanis, pewarna, pengawet) dan zat karsinogen lainya. Xenobiotik umumnya tidak larut air, sehingga kalau masuk tubuh tidak dapat diekskresi. Untuk dapat diekskresi xenobiotik harus dimetabolisme menjadi zat yang larut, sehingga bisa diekskresi. Organ yang paaling berperan dalam metabolisme xenobiotik adalah hati. Ekskresi xenobiotik melalui empedu dan urine. Pada metabolisme obat, pada obat yang sudah aktif → metabolisme xenobiotik fase 1 berfungsi mengubah obat aktif menjadi inaktif, sedang paa obat yang belum aktif → metabolisme xenobiotik fase 1 berfungsi mengubah obat inaktif menjadi aktif
Kekuatan pendorong dalam evolusi sistem detoksifikasi metabolisme canggih sebenarnya cukup lurus ke depan dan tergantung pada kemampuan air untuk bertindak sebagai "pelarut" untuk melarutkan zat. Karena membran seluler terutama lipid berbasis dan kedap larut air yang paling (ilmiah: "kutub") zat, pengangkutan larut dalam air senyawa ke dalam sel memerlukan protein transportasi khusus. Dengan menempatkan protein transport yang sesuai pada membran sel, sel hanya akan memungkinkan diinginkan larut dalam air molekul untuk masuk, dan akan mencegah masuknya air-larut racun. Ini paradigma yang sama juga berlaku ketika sel perlu mengeluarkan senyawa larut dalam air yang tidak diinginkan (seperti limbah selular), mereka keluar dari sel dengan mekanisme yang serupa.
                  Berbeda dengan senyawa yang larut dalam air, membran sel lipid menyajikan penghalang sedikit lipid-larut senyawa, yang bebas bisa dilewati. Berpotensi merusak lipid-larut racun sehingga dapat memperoleh akses gratis ke interior seluler, dan jauh lebih sulit untuk menghapus. Sistem detoksifikasi metabolisme mengatasi masalah ini dengan mengubah lipid-larut racun ke aktif larut dalam air metabolit. The "solubilisasi" dari racun dicapai oleh enzim yang melekat (konjugasi) tambahan yang larut dalam air molekul terhadap toksin larut lipid pada titik-titik lampiran tertentu. Jika racun tidak mengandung salah satu titik sambungan, mereka pertama kali ditambahkan oleh satu set terpisah enzim yang mengubah kimia racun untuk menyertakan "menangani" molekul. Setelah reaksi solubilisasi, toksin kimia-dimodifikasi diangkut keluar dari sel dan dikeluarkan. Ketiga langkah atau fase menghilangkan yang tidak diinginkan atau berbahaya lipid-larut senyawa yang dilakukan oleh tiga set protein seluler atau enzim, disebut fase I (transformasi) dan fase II (konjugasi) enzim, dan tahap III (transportasi) protein.
1.2.          Rumusan Masalah
1.      Apa itu Senyawa Senobiotik…?
2.      Mengapa Senyawa Senobiotik di metabolisme….?
3.      Bagaimana Proses metabolisme senyawa senobiotik pada logam…?
4.      Apa dampak senobiotik bagi kesehatan….?

1.3.          Tujuan
1.      Untuk mengetahui Apa itu senyawa senobiotik
2.      Untuk mengetahui mengapa senobiotik itu harus di metabolisme
3.      Untuk mengetahui proses senobiotik pada logam
4.      Untuk Mengetahui dampak senobiotik bagi kesehatan

BAB II
ISI

2.1. Pengertian Senyawa Senobiotik
Xenobiotik berasal dari bahasa Yunani yaitu Xenos yang arti nya zat asing.
Zat Senobiotik merupakan senyawa yang asing bagi tubuh. Kelompok utama zat-zat senobiotik yang mempunyai relevansi medik adalah obat-obatan,zat –zat karsinogen kimia serta berbagai senyawa yang telah memasuki lingkungan kehidupan kita melalui salah satu jalan,seperti senyawa-senyawa bifenil Polikrolinasi (PCB) dan insektisida tertentu.sebagian besar senyawa ini akan mengalami metabolism (perubahan kimiawi) dalam tubuh manusia dan hati menjadi organ tubuh yang terutama terlibat dalam peristiwa ini.kadang-kadang zat senobiotik dapat diekskresikan tanpa perubahan.Tujuan metabolism zat-zat senobiotik adalah untuk meningkatkan kelarutannya dalam air (polaritas) dan dengan demikian memudahkan eksresinya dari dalam tubuh.
Contoh: obat obatan, insektisida, zat kimia tambahan pada makanan (pemanis, pewarna, pengawet) dan zat biotikkarsinogen lainya.
Dalam kehidupan sehari-hari tubuh manusia dapat terpapar oleh ribuan senobiotik yang setiap xenobiotik dapat menimbulkan efek toksik.saat sarapan pagi dirumah mungkin kita mengkonsumsi makanan yang mengandung bahan pengawet,pewarna atau penyedap rasa. Ketika kita di jalan menuju tempat kuliah dan tempat kerja mungkin kita menghirup udara yang penuh dengan polutan rokok sendiri atau teman kerja. Kedua, kemungkinan timbulnya efek toksik yang diakibatkan oleh paparan xenobiotik belum disikapi secara benar baik oleh mereka yang bekerja dibidang kesehatan terlebih lagi orang awam. Kasus formalin dalam makanan mendapat tanggapan yang gegap gempita,sedangkan tercemarnya udara perkotaan dan air tanah permukiman serta pemakaian obat-obatan yang irrasional menjadi fenomena biasa.
2.2. Mengapa Senobiotik harus di Metabolisme
  • Xenobiotik umumnya tidak larut air, sehingga jika masuk tubuh tidak dapat diekskresi
  • Untuk dapat diekskresi xenobiotik harus dimetabolisme menjadi zat yang larut, sehingga bisa diekskresi
  • Organ yang paaling berperan dalam metabolisme xenobiotik adalah hati
  • Ekskresi xenobiotik melalui empedu dan urine
2.3. Metabolisme xenobiotik
Kasus ditemukan nya formalin dalam makanan yang diberitakan pada banyak media masa beberapa waktu lalu,bukanlah kasus baru.lagi pula formalin bukanlah satu-satunya senobiotik yang ditemukan dalam makanan. Bahan pewarna tekstil seperti rodhamin B dan amaranth,residu peptisida golongan karbofular dan cemaran logam berat juga pernah dilaporkan ditemukan dalam produk-produk bahan makanan dan minuman yang beredar di beberapa daerah di Indonesia. Selain senobiotik di dalam makanan, sangat senyawa kimia yang dapat membahayakan kesehatan apabila dikonsumsi dan masuk ke dalam tubuh.asap rokok dan asap pembakaran sampah mengandung benzoa(a)piren yang sangat karsinogenik. Didalam asap kendaraan bermotor mengandung gas karbon monoksida yang sangat berbahaya bagi kesehatan.demikian pula sisa peptisida dan insektisida yang digunakan untuk bebrbagai keperluan tentu bukan bahan kimia yang baik untuk kesehatan. Penyedap rasa,monosodium glutamate, dan pemanis buatan seperti sakarin,siklamat dan aspartam. Walaupun diperbolehkan untuk bahan makanan diduga dapat menginduksi pertumbuhan tumor.obat-obatan yang sering kita konsumsi untuk penyembuhan penyakit tertentu adakalanya menimbulkan efek samping atau efek toksik yang serius. Thalidomin yang semula diproduksi dan diterima sebagai sdatif (obat penenang) ternyata bersifat teratogenik (menyebabkan cacat pada janin), sehingga akhirnya obat tersebut dilarang beredar dipasaran.
Dalam keseharian tubuh manusia dapat terpapar beribu-ribu senobiotik mengingat senyawa asing yang diketahui manusia jumlahnya lebih dari 100.000 macam. Adakalanya kita secara sengaja mengkonsumsi senobiotik seperti obat obatan, insektisida, zat kimia tambahan pada makanan (pemanis, pewarna, pengawet) dan zat biotikkarsinogen lainya.walaupun tidak disertai kesadaran dan pengetunahuan yang memadai akan akibat buruk yang mungkin timbul. Sedang secara terus-menerus tanpa bermaksud untuk mengkonsumsi tubuh dapat terpapar xenobiotik yang ada dilingkungan baik diudara,air maupun daratan seperti gas karbon monoksid, benzo(a)piren,logam-logam berat dari asap buang kendaraan bermotor dan bahan-bahan pencemar lingkungan lainnya. Senyawa senobiotik tersebut masuk kedalam tubuh dapat melalui mulut (per-oral) seperti makanan dan obat-obatan,atau karena terhirup atau dihirup pernafasan (per inhalasi)seperti asap rokok dan asap kendaraan atau lewat kontak dengan kulit (per cutan/transdermal)seperti dijumpai dalam beberapa kasus keracuna pestisida pada petani.
Apabila xenobiotik ini masuk ke tubuh manusia (dan juga hewan),tubuh mempunyai mekanisme untuk mengendalikan keberadaan xenobiotik tersebut sehingga aman bagi tubuh.xenoiotik yang masuk kedalam tubuh umumnya melalui proses absorpsi akan sampai ke aliran darah,di distribusi ke seluruh tubuh dan kemudian di eliminasi.proses eliminasi adalah usaha untuk menghilangkan aktivitas dan keberadaan xenobiotik di dalam tubuh. Eliminasi meliputi metabolisme/biotransformasi dan ekskresi. Metabolisme atau sendir biotransformasi adalah perubahan kimiawi oleh pengaruh tubuh organisme, sedangkan ekskresi adalah proses pembuangan xenobiotik dari dalam tubuh. Proses adsorpsi, distribusi dan eliminasi ini pada umumnya melibatkan proses penembusan membrane biologis.seperti diketahui bahwa membrane biologis tersusun atas lapisan kompleks yang bersifat polar dan non polar.oleh karena nya proses penembusan membrane tersebut juga tidak terlepas dari hokum-hukum fisikokimia yang berlaku terhadap xenobiotikdan bahan penyusun membrane itu sendiri,seperti derajat ionisasi,kelarutan dalam lemak,koefisien partisi lemak/air,ketersediaan system transport spesifik,ukuran diameter pori membrane serta kompleksitas matriks penyusun membrane.
Didalam tubuh,xenobiotik umumnya memberikan pengaruh pada system dan fungsi normal tubuh. Pengaruh itu dapat berupa sesuatu yang diharapkan, misalnya efek terapetik obat (efek untuk penyembuhan penyakit atau menghilangkan gejala penyakit), atau pengaruh yang tidak diharapkan,seperti efek samping atau efek toksik. Melalui proses metabolism dan proses ekskresi tubuh mampu menghilangkan semua pengaruh yang timbul. Telah lama diketahui bahwa karena sifatnya yang suka lemak ada banyak xenobiotik tidak akan dikeluarkan dari dalam tubuh apabila tidak didahului proses perubahan struktur kimia melalui metabolism. Sebagai contoh, pentobarbital diperkirakan akan tinggal di dalam tubuh selama 100 tahun manakala tidak mengalami proses metabolism/biotransformasi.oleh karenanya metabolism memegang arti penting dalam proses eliminasi xenobiotik.
Ada perbedaan antara metablisme nutrisi dan metabolism xenobiotik. Metabolism nutrisi terjadi untuk keperluan proses normal sel. Proses ini menghasilkan senyawa fungsional dan energy kimia yang dibutuhkan oleh sel serta dalam langkah-langkah tertentu menghasilkan limbah metabolik.metabolisme xenobik bertujuan untuk mengeliminasi keberadaan xenobiotik di dalam tubuh. Dalam metabolism xenobiotik tidak pernah disertai produksi energi.
Xenobiotik di dalam tubuh dapat mengalami berbagai macam reaksi metabolism yang dapat di golongkan menjadi dua yaitu reaksi fase 1 dan reaksi fase 2. Reaksi fase 1 adalah non-sintetik,merupakan pembentukan gugus fungsional ataupun perubahan gugus fungsional yang sudah ada pada molekul xenobiotik. Reaksi non sintetik ini meliputi reaksi oksidasi,reduksi dan hidrolisis. Sebagai contoh hidroksilasi senyawa aromatic atau senyawa altik serta epoksidasi ikatan rangkap merupakan reaksi oksidasi pembentukan gugus fungsional. Sedangkan reaksi nitro,dealkilasi dan hidrolisis ester merupakan reaksi perubahan gugus fungsional yang sudah ada. Gugus fungsional di maksudkan untuk mengalami reaksi metabolic lanjutan berupa konjugasi dengan senyawa endogen atau berinteraksi dengan reseptor untuk menimbulkan efek. (Williams,2002). Reaksi oksidasi yang merupakan 90 % reaksi metabolism fase 1, dikatalis oleh system enzim mikrosomal.sistem enzim ini dikenal pula sebagai mixed function oxydase system (MFO)dengan sitokrom P450,suatu superfamily enzim hemoprotein,sebagai komponen utamanya (lewis et al.,1998)
Reaksi fase 2 merupakan reaksi sintetik atau konjugasi. Reaksi ini merupakan penggabungan antara molekul xenobiotik,atau metabolit yang terbentuk dari reaksi fase 1, pada gugus fungsionalnya dengan senyawa endogen. Reaksi sintetik meliputi reaksi glukuronidasi,sulfatasi,konjugasi dengan asam amino,asetilasi,konjugasi dengan glutation dan mtilasi. Reaksi fase 2 ini umumnya di katalisis oleh enzim-enzim sitosolik kecuali reaksi glukuronidasi.
Pada reaksi glukuronidasi membutuhkan asam uridil 5’-difosfoglukuronat (UDPGA) untuk membentuk konjugat glukuronat, reaksi sulfatasi untuk pembentukan konjugat sulfat membutuhkan 3’-fosfoadenosin-5’fosfosulfat (PAPS), pembentukan konjugat glutation(menjadi konjugat asam merkapturat(tioester) membutuhkan glutation tereduksi (GSH),sedang asilasi membutuhkan koenzim A. pada umumnya konjugasi dengan senyawa endogen berakibat hilangnya aktivitas biologis xenobiotik. Disamping tidak mempunyai aktivitas biologis semua hasil reaksi fase 2 adalah metabolit yang mudah terionisasi pada PH fisiologis,kecuali konjugat metil,sehingga lebih mudah larut di dalam air yang mengakibatkan mudah dikeluarkan dari dalam tubuh. Ada beberapa reaksi sintetik  yang tidak umum yang hanya terjadi pada gugus senyawa tertentu, seperti pembentukan hidrazon pada biotransformasi m dan hidratasi epoksid membentuk dihidrodiol. Metabolit ini tidak terionisasi pada PH fisiologis (sheweita,2000).
Metabolisme xenobiotik dapat terjadi baik di dalam hepar maupun di jaringan-jaringan eksta hepatic seperti paru,ginjal dan mukosa saluran pencernaan.kapasitas metabolic tertinggi ada di hepar.paru,ginjal dan mukosa saluran pencernaan mempunyai kapasitas metabolic sedang dan kapasitas metabolic terendah terjadi di kulit,testis dan plasenta.
Metabolism xenobiotik umunya terjadi dalam beberapa langkah reaksi kimia yang berurutan atau simultan. Parasetamol,sebuah analgenik-antiseptik yang sangat lazim, didalam tubuh secara simultan akan mengalami reaksi glukuronidasi menjadi parasetamol-glukuronat, reaksi sulfatasi menjadi parasetamol sulfat serta mengalami reaksi oksidasi. Reaksi oksidasi ini kemudian diikuti oleh reaksi konjugasi dengan glutation dan reaksi-reaksi ikutan selanjutnya membentuk konjugat merkapturat,Amfetamin,stimulansia syaraf  pusat, di dalam tubuh kelinci akan teroksidasi pada rantai samping,didalam tubuh manusia,mencit,marmot dan anjing mengalami hidroksilasi menjadi asam benzoate, sedangkan dalam tubuh tikus mengalami hidroksilasi cincin aromatic.
Insektisida malation dalam tubuh nyamuk mengalami desulfurasi oksidatif menjadi malaokson yang lebih toksik,sedangkan pada tubuh mamalia, senyawa ini akan mengalami hidolisis menjadi asam dikarboksilat kemudian terkonjugasi dengan glukuronat menghasilkan metabolic yang inaktif. Benzo(a)piren yang terhisap dari asap rokok berturut-turut akan terepoksidasi menjadi benzo(a)piren-epoksid,terhidrasi menjadi dihidrodiol,terkonjugasi dengan sulfat membentuk benzo(a)piren sulfat. Metabolit dihidrodiol yang terbentuk teroksidasi kembali menjadi senyawa reaktif dihidrodiol epoksid yang dipercaya mampu menginisiasi proses terjadinya kanker (karsinogenesis). Dihidrodiol epoksid ini kemudian terhidrasi menjadi tetrol atau tersusun ulang menjadi triol yang akan diekskresikan (Selkirk,1980;timbrell,1991).
Selama kapasitas tubuh(sel) tidak terlampaui maka semua matabolit yang terbentuk akan bersifat aman bagi kehidupan dan segera dikeluarkan dari dalam tubuh. Akan tetapi keadaan tersebut sering terlampaui, sebagai contoh, mengkonsumsi 20 tablet parasetamol sekaligus (setara dengan 1 gram parasetamol) dapat mengakibatkan kematian, karena kerusakan hepar (hepatotoksik) yang massif dan tak terbalikkan (irreversible). Seorang perokok berat dapat terkena kanker paru. Petani yang menyeprotkan pestisida organofosfat untuk membasmi hama tanaman tiba-tiba dapat keracunan.
2.4. MEKANISME TOKSITAS : AKTIVASI DAN DEAKTIVASI METABOLIK
Pada umumnya untuk menimbulkan efek toksik xenobiotik memerlukan proses aktivasi metabolic oleh enzim-enzim yang secara normal ada dalam tubuh. Proses aktivasi metabolic ini merupakan bagian dari proses metabolism xenobiotik. Proses metabolism xenobiotik yang merupakan proses multilangkah,pada umumnya merupakan proses perubahan senyawa yang lipofilik menjadi metabolit yang lebih hidrofilik. Metabolit yang terbentuk umumnya tidak aktif/kurang aktif dibandingkan dengan senyawa asalnya serta mudah diekskresikan. Akan tetapi salah satu atau lebih langkah/jalur metabolism dapat menghasilkan senyawa yang lebih aktif/reaktif daripada senyawa asalnya. Apabila jalur ini menghasilkan senyawa yang kurang toksik disebut sebagai jalur detoksikasi atau jalur deaktivasi.  Sebaliknya bila jalur metabolic tersebut menyebabkan terbntuknya senyawa yang lebih aktif dinamakan jalur aktivasi (bioaktivasi). Oleh sebab itu metabolit aktif yang terbentuk secara kuantitatif dipengaruhi oleh adanya langkah-langkah/jalur yang ada.
Proses aktivasi metabolic dapat terjadi didalam organ target maupun di luar organ target. Apabila aktivasi metabolok terjadi di luar organ target maka metabolic aktif harus ditransport ke organ target untuk dapat menimbulkan toksisitas. Oleh sebab itu, selain metabolit aktif tersebut harus mencapai kadar toksik minimum di dalam organ/jaringan target. Adanya factor toksikokinetik dan toksikodinamik akan mempengaruhi efek toksik yang timbul. Oleh karena kapasitas metabolic terbsar ada di dalam hepar,dengan sendirinya kapasitas aktivasi menuju metabolit toksik adalah bukan jalur utama (jalur minor). Jalur matabolik utama adanya jalur detoksikasi.
Senyawa toksik mampu merusak sel pada organ target dalam berbagai cara. Respon akhir mungkin merupakan jejas/luka yang dapat balik (reversible) ataupun perubahan yang tak terbalikkan (irreversible) yang mengakibatkan kematian sel. Walaupun seluruh proses yang menyebabkan kematian sel belum jelas benar, akan tetapi beberapa element kunci telah diketahui dan setidaknya beberapa tahapan dari suatu seri perubahan seluler telah terungkap.
Tahapan-tahapan proses toksisitas dapat dibedakan menjadi tahapan primer, sekunder dan tertier. Tahapan primer adalah proses yang menyebabkan kerusakan awal, tahapan sekunder adalah perubahan seluler yang mengikutinya dan tahapan tertier adalah  perubahan akhir yang teramati. Tahapan primer dapat berupa peroksidasi lipid, interaksi kovalen dengan makromolekul sel, perubahan status thiol seluler, inhibisi enzim aatu ischemia. Tahapan sekunder dapat berwujud kerusakan dan hambatan fungsi mitokondrial, perubahan sitoskeleton,perubahan struktur dan permeabilitas membrane,kerusakan DNA,deplesi(pengurasan)ATP dan kofaktor lain, perubahan kadar Ca,deatabilisasi lisosomal,stimulasi apoptosis atau kerusakan endoplasmic reticulum. Tahapan tertier yang teramati dapat berupa steatosis,degenerasi hidropik,nekrosis atau neoplasia (timbrell,1991).
Pada aras molekuler inisiasi sitotoksisitas/kerusakan sel karena senyawa kimia dapat terjadi melalui berbagai cara (Alvares & Pratt,1990) :
1.      Reaksi Alkilasi
Reaksi ini dapat terjadi karena adanya senyawa-senyawa/spesies yang kekurangan electron. Sebagai contoh adalah alkilasi DNA oleh senyawa mutagen golongan alkilnitrosamin dan vinil klorid. Hal yang sama juga terjadi dengan adanya senyawa-senyawa yang sangat mudah diubah, menjadi bentuk-bentuk yang kekurangan sepasang electron.misalnya, pembentukan karbokation dari diol epoksid hidrokarbon aromatic dan ion-ion nitrenium dari amina aromatis.
2.      Terbentuknya Radikal Bebas
Adanya radikal bebas dapat menyebabkan peroksidasi lipid dan kerusakan membrane sel.proses ini membutuhkan oksigen dan menimbulkan serangan peroksidatif pada lipid tidak jenuh. Transformasi berbagai xenobiotik juga diperantai melalui peroksida ini. Sebagai contoh adalah hepatotoksisitas karena CCl4 dan iproniazid.
3.      Toksisitas karena oksigen
Melalui reduksi oksigen menjadi superoksid (suatu radikal) yang mampu menyerang molekul-molekul yang sensitive atau melalui peroksid yang terbentuk dengan perantaraan enzim dismutase superoksid. Proses reaksi dengan superoksid dan peroksid tsb di atas dapat berlangsung didalam sel-sel somatic yang mengakibatkan kerusakan jaringan atau inisiasi pertumbuhan tumor ataupun bias terjadi di dalam sel-sel germinatif yang menyebabkan mutasi atau kematian gamet. Sebagai contoh toksisitas karena oksigen adalah timbulnya fibrosis pulmoner oleh herbisida paraquat.

2.5. MANIFESTSI TOKSISITAS
Ada banyak cara suatu organism merespon senyawa toksik dan ujud responnya di pengaruhi oleh sejumlah factor. Walaupun banyak efek toksik xenobiotik mempunyai dasar biokimiawi yang sama,eksperi ekspresi efek tersebut dapat sangat berbeda. Sebagai contoh interaksi xenobiotik dan atau metabolismenya dengan nukleat dapat menginduksi pertumbuhan tumor atau boleh jadi menghasilkan generasi baru yang abnormal. Interaksi suatu senyawa toksik dalam proses metabolism normal dapat menyebabkan respon fisiologis seperti paralisis otot atau turunnya tekanan darah atau dapat menyebabkan kerusakan jaringan dari sebuah organ. Interaksi kovalen antara xenobiotik toksik dan protein sel dalam kondisi tertentu menimbulkan respon imunologis dan di lain jaringan mungkin kerusakan sel.

a.       Respon metabolisme xenobiotik dapat menguntungkan karena metabolit yang dihasilkan menjadi zat yang polar sehingga dapat diekskresi keluar tubuh
b.      Respon metabolisme xenobiotik dapat merugikan karena:
- Berikatan dengan makromolekul dan menyebabkan cidera sel
- Berikatan dengan makromolekul menjadi hapten → merangsang pembentukan antibodi dan menyebakan reaksi hipersensitivitas yang berakibat cidera sel
- Berikatan dengan makromolekul menjadi zat mutan yang menyebakan timbulnya sel kanker
Respon metabolisme xenobiotik dapat menguntungkan karena metabolit yang dihasilkan menjadi zat yang polar sehingga dapat diekskresi keluar tubuh dan mencakup efek farmakologik, toksik, imunologik, dan karsinagenik. Jika xenobiotik tersebut berada dalam bentuk obat, reaksi fase 1 dapat mengubahnya kedalam bentuk aktif atau mungkin mengurangi atau menghilangkan efek obat tersebut, jika xenobiotik itu sudah aktif secara farmakologik tanpa perlu dimetabolisme sebelumnya. Berbagai efek yang ditimbulkan oleh obat merupakan bidang studi farmakologi; di sini penting disadari bahwa obat bekerja terutama melalui mekanisme biokimiawi. Beberapa reaksi obat penting akibat bentuk mutan atau polimorfik enzim atau protein.
Enzim atau protein yang terkena Reaksi atau konsekuensi Glukosa 6-fosfat Dehidrogenase (G6PD)(mutasi) (MIM 305900) Anemia hemolitik setelah menelan obat, misalnya primakuin.
Kanal pengeluaran Ca2+ (Reseptor reanodin) di retikulum sarkoplasma (mutasi)(MIM 180901) Hipertermia maligna (MIM 145600) setelah pemberian obat anestesi tertenti (misalnya halatan)CYP2D6 (Polimorfisme) (MIM 124030) Melambatnya metabolisme obat tertentu (misalnya debrisakuin) sehingga terjadi penimbunan obat tersebut CYP2A6 (Polimerfisme) (MIM 122720) Gangguan metabolisme nikotin, yang melindungi seorang dari kemungkinan menjadi perokok dependen Yang mencerminkan perbedaan genetik dalam struktur enzim dan protein di antara individu bagian bidang studi yang dikenal debagai farmakogenetika.
Polimorfisme yang mempengaruhi metabolisme obat dapat terjadi pada enzim apapun yang berperan dalam metabolisme obat (termasuk kelompok sitokrom P450), pada transporter dan pada reseptor. Xenobiotik tertentu bersifat sangat toksik bahkan pada kadar rendah (misal sianida). Beberapa xenobiotik lain, termasuk obat , tidak menimbulkan efek toksik jika diberikan dalam jumlah cukup. Walaupun spektrum efek toksik xenobiotik sangat luas, secara garis besar dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok besar.
Pertama, adalah jejas sel (sitotoksisitas), yang dapat cukup parah sehingga mematikan sel. Terdapat banyak mekanisme yang digunakan oleh xenobiotik untuk mencederai sel salah satu yang dibahas di sini adalah pengikatan secara kovalen spesies reaktif xenobiotik, yang dihasilkan oleh metabolisme pada makromolekul sel. Makromolekul sel sasaran tersebut DNA, RNA, dan protein. Jika makromolekul tempat xenobiotik reaktif terikat ini esensial bagi kelangsungan hidup jangka pendek, misalnya protein atau enzim yang perperan penting dalam suatu fungsi sel, seperti fosforilasi oksidatif atau regulasi permeabilitas membran plasma, efek yang kuat terhadap fungsi sel dapat cepat terlihat.
Kedua, spesies reaktif suatu xenobiotik dapat berikatan dengan protein dan mengubah antigenisitasnya. Xenobiotik ini dikatakan berfungsi sebagai hapten, yi, molekul kecil yang tidak merangsang penbentukan antibodi dengan sendirinya, tetapi akan berikatan dengan antibodi jika telah terbentuk. Antibodi yang terbentuk kemudian dapat merusak sel melalui beberapa mekanisme imunologis yang sangat mengganggu proses biokimiawi normal sel.
Ketiga, reaksi spesies aktif karsinogen kimiawi dengan DNA diperkirakan sangat penting dalam proses karsinogenesis kimiawi. Beberapa bahan kimia (misal benzo[α]piren) perlu diaktifkan oleh monooksigenase di retikulum endoplasma agar menjadi karsinogenik (sehingga disebut karsinogen tak langsung). Karena itu, aktivitas monooksigenase dan enzim-enzim lain yang memetabolisme xenobiotik dapat membantu menentukan apakah senyawa tersebut menjadi karsinogenik atau “terdetoksifikasi”. Bahan kimia lain (misal berbagai bahan pengalkil) dapat bereaksi langsung (karsinogen langsung) dengan DNA tanpa mengalami aktivitas kimiawi di dalam sel.
Enzim epoksida hidrolase menarik perhatian karena enzim ini dapat menimbulkan efek protektif terhadap karsinogen tertentu. Produk kerja monooksigenase tertentu pada beberapa substrat prokarsinogen adalah epoksida yang dapat bersifat sangat reaktif dan mutagenik atau karsinogenik atau keduannya. Epoksida hidrolase seperti sitokrom P450 yang juga terdapat di mambran retikulum endoplasma, bekerja pada senyawa ini dan mengubahnya menjadi dihidrodiol yang jauh kurang reaktif.
2.5. Metabolik Detoksifikasi
Detoksifikasi ("detoks") memiliki konotasi yang luas mulai dari spiritual ke ilmiah, dan telah digunakan untuk menggambarkan praktik dan protokol yang mencakup kedua pelengkap (puasa, pembersihan kolon) dan konvensional (chelation atau terapi antitoksin) sekolah pemikiran medis - serta beberapa yang mendorong batas-batas masuk akal ilmiah (seperti detoksifikasi kaki ion).
Dalam konteks biokimia manusia (dan protokol ini), detoksifikasi dapat digambarkan dengan presisi lebih banyak, di sini mengacu pada jalur metabolisme yang spesifik, aktif di seluruh tubuh manusia, yang memproses bahan kimia yang tidak diinginkan untuk eliminasi. Jalur ini (yang akan disebut sebagai detoksifikasi metabolisme) melibatkan serangkaian reaksi enzimatik yang menetralisir dan melarutkan racun, dan membawa mereka ke organ sekretorik (seperti hati atau ginjal), sehingga mereka dapat dikeluarkan dari tubuh. Jenis detoksifikasi kadang-kadang disebut metabolisme xenobiotik, karena itu adalah mekanisme utama untuk membersihkan tubuh dari xenobiotik (bahan kimia asing), namun, reaksi detoksifikasi sering digunakan untuk menyiapkan endobiotics tidak dibutuhkan (endogen diproduksi kimia) untuk ekskresi dari tubuh.
Kelebihan hormon, vitamin, molekul inflamasi, dan senyawa sinyal, antara lain, biasanya dihilangkan dari tubuh oleh sistem detoksifikasi yang sama enzimatik yang melindungi tubuh dari racun lingkungan, atau obat resep yang jelas dari peredaran. Reaksi detoksifikasi metabolisme, oleh karena itu, tidak hanya penting untuk perlindungan dari lingkungan, tapi pusat keseimbangan homeostatis dalam tubuh. Protokol ini menggambarkan pendekatan gizi untuk optimasi umum detoksifikasi metabolisme, melainkan dirancang untuk memberikan dasar untuk fungsi yang tepat dari sistem kritis. Masalah kesehatan tertentu mungkin memerlukan tambahan detoksifikasi "intervensi" protokol (seperti detoksifikasi logam berat, atau alkohol-induced pencegahan mabuk).
Toksin dan Paparan racun Racun adalah senyawa beracun yang dihasilkan oleh organisme hidup, kadang-kadang "biotoxin" digunakan untuk menekankan asal-usul biologis dari senyawa. Senyawa kimia buatan manusia dengan potensi beracun yang toxicants lebih tepat disebut. Racun dan toxicants dapat menimbulkan efek samping terhadap kesehatan dalam beberapa cara. Beberapa luas bertindak sebagai mutagen atau karsinogen (menyebabkan kerusakan DNA atau mutasi, yang dapat menyebabkan kanker), yang lain bisa mengganggu jalur metabolik tertentu (yang dapat menyebabkan disfungsi sistem biologi tertentu seperti sistem saraf, hati, atau ginjal).
Diet merupakan sumber utama dari paparan racun. Racun dapat menemukan jalan mereka ke dalam makanan oleh beberapa rute, terutama kontaminasi oleh mikroorganisme, buatan manusia toxicants (termasuk pestisida, residu dari pengolahan makanan, obat resep, dan limbah industri), atau lebih jarang, kontaminasi oleh racun dari lainnya "Makanan non- "Tanaman sources.1, 2 Beberapa logam berat beracun (memimpin, merkuri, kadmium, kromium), sementara tidak" buatan manusia, "telah dirilis / didistribusikan ke lingkungan pada tingkat yang berpotensi berbahaya oleh manusia, dan dapat menemukan mereka jalan ke diet juga. Racun mikroba, disekresikan oleh bakteri dan jamur, dapat tertelan bersama dengan makanan yang terkontaminasi atau tidak benar dipersiapkan.
Bahkan metode persiapan makanan memiliki potensi untuk mengubah konstituen makanan yang terjadi secara alamiah dalam toxins.3 Misalnya, suhu tinggi dapat mengkonversi nitrogen yang mengandung senyawa dalam daging dan produk sereal ke dalam benzopyrene mutagen kuat dan akrilamida, masing-masing. Ikan asap dan keju mengandung prekursor terhadap racun yang disebut N-nitroso senyawa (NOC), yang menjadi mutagenik ketika dimetabolisme oleh bakteri kolon.
Di luar dari eksposur, diet pernafasan untuk senyawa organik volatil (VOC) adalah risiko umum yang telah dikaitkan dengan beberapa efek yang merugikan kesehatan, termasuk kerusakan ginjal, masalah imunologi, ketidakseimbangan hormonal, kelainan darah, dan tingkat peningkatan asma dan bronchitis.4
Salah satu sumber terbesar dari non-makanan paparan racun adalah udara di home.5 Bahan bangunan (seperti penutup lantai dan dinding, papan partikel, perekat, dan cat) dapat "off-gas" melepaskan beberapa toxicants yang dapat dideteksi di humans.6 Misalnya, turunan benzena beracun yang biasa digunakan dalam desinfektan dan pengharum terdeteksi pada 98% orang dewasa dalam (EPA) "TIM" Badan Perlindungan Lingkungan study.7 Dalam studi lain EPA, tiga pelarut beracun tambahan hadir di 100 persen dari sampel jaringan manusia diuji di seluruh country.8
Baru dibangun atau direnovasi bangunan dapat memiliki sejumlah besar bahan kimia "off-penyerangan dgn gas beracun", sehingga menimbulkan apa yang disebut "sindrom bangunan sakit." 9 Karpet adalah pelaku sangat besar, berpotensi melepaskan beberapa neurotoksin, dalam pengujian lebih dari 400 sampel karpet , neurotoksin yang hadir di lebih dari 90 persen dari sampel, secara kuantitatif cukup dalam beberapa sampel untuk menyebabkan kematian pada mice.10 Ironisnya, tak lama setelah laporan TIM, tujuh puluh satu karyawan sakit dievakuasi markas EPA baru di Washington DC mengeluh masalah kesehatan mengklaim , yang pada akhirnya dikaitkan dengan 27.000 kaki persegi baru carpet.11
Karpet juga menjebak racun lingkungan, yang "Non-Pestisida Kerja Exposure Study" (nopes) menemukan rata-rata 12 residu pestisida per karpet sampel, dan menetapkan bahwa rute eksposur kemungkinan menyediakan bayi dan balita dengan hampir semua non-diet eksposur mereka ke DDT pestisida terkenal, aldrin, atrazine, dan carbaryl.12
Menghindari racun / paparan racun
Meskipun tidak mungkin untuk sepenuhnya menghilangkan toksin / racun eksposur dari semua sumber, ada cara untuk menguranginya:
·           Batasi pengenalan VOC di rumah dengan menggunakan produk pembersih bebas VOC, rendah VOC cat, dan karpet lemparan memilih bukan baru carpeting13;
·           Simpan makanan dalam wadah A (BPA)-bebas atau bebas phthalate bisphenol, dan menghindari pemanasan kembali makanan dalam wadah plastik;
·           Carilah produk organik, yang tumbuh tanpa pestisida, dan akan mengandung residu kurang dari buah-konvensional diproduksi dan sayuran (meskipun menyadari bahwa produk organik belum tentu "bebas pestisida") 14
·           Mencuci buah atau sayuran dapat menurunkan beberapa residu pestisida, meskipun tidak efektif terhadap semua, pestisida types15 dan buah dan sayuran komersial solusi mencuci mungkin tidak lagi efektif daripada air alone.16 Peeling kulit off dari produk dapat membantu untuk lebih pestisida yang lebih rendah tingkat;
·           Batasi asupan makanan olahan. Bahkan orang-orang yang bebas dari pengawet sintetis dapat mengandung sejumlah terdeteksi senyawa beracun yang diperkenalkan (dengan transformasi kimia) selama pemrosesan. Sebagai contoh, banyak racun yang dihasilkan oleh suhu tinggi yang digunakan untuk memproduksi beberapa makanan olahan ingredients.17
·           Meskipun risiko toksisitas akut dari undercooking daging (keracunan makanan) kemungkinan risiko yang lebih besar daripada paparan racun dari overcooking itu, ada cara untuk mengurangi produksi toksin selama persiapan daging: hindari kontak langsung daging untuk membuka api atau permukaan logam panas; memasak daging pada atau di bawah 250 ◦ F via kesal, memasak braising, crockpot (metode persiapan lambat makanan yang memanfaatkan cair); putar daging sering selama memasak, menghindari waktu memasak yang lama pada suhu tinggi, dan menahan diri dari mengkonsumsi hangus portions.18


METABOLISME XENOBIOTIK PADA LOGAM
1.      LOGAM Hg (Merkuri) pada kosmetik


 

Jumlah kosmetik impor yang antara lain berasal dari China, Taiwan, Thailand dan Korea mengalami peningkatan dalam dua tahun terakhir. Beberapa produk kosmetik seperti shampo mengalami peningkatan impor sebesar 25%, serta produk perawaran gigi dan wajah mengalami kenaikan sebesar 32% (Anonim, 2011 a). Melihat rata-rata konsumsi kosmetik dari tahun 2003 hingga 2007 yang mengalami peningkatan sebesar 14,7 % (Suryanto, 2011), secara ekonomi, keberadaan produk impor tersebut tentu saja sangat menguntungkan, mulai dari produsen, distributor, maintenance, hingga pemerintah sendiri.
Namun ibarat mata uang bermuka ganda, hal tersebut juga menimbulkan masalah yang tak kalah pelik. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sendiri mengakui, hanya 2% produk kosmetik dan pangan Cina yang terdaftar, atau dengan kata lain, sebanyak 98% produk impor tersebut tidak terdaftar (Anonim, 2011 b). Selain berdampak buruk pada pemerintah yang kehilangan pendapatan dari pajak barang impor, pada tahun 2009, nilai penjualan produk kosmetik dalam negeri yang mencapai sepuluh triliun diperkirakan tidak bergerak naik akibat serbuan produk kosmetik impor (Anonim, 2011 a).
Membanjirnya produk impor tersebut akibat ditandatanganinya perjanjian perdagangan bebas ASEAN-Cina yang menyebabkan bea masuk impor menjadi 0%. Ditambah harmonisasi aturan ASEAN sehingga impor kosmetik tak perlu lagi mendapat izin edar BPOM. Pasar Indonesia yang besar merupakan faktor penarik bagi industri kosmetik. Grup perusahaan kosmetik dunia L'Oreal bahkan berencana membangun pabrik dengan investasi Rp 900 miliar yang akan menjadi basis produksi produk perawatan rambut dan kulit di Indonesia dan ASEAN (Suryanto, 2011).
Namun demikian, pihak yang sesungguhnya paling dirugikan akibat membanjirnya produk impor tersebut adalah konsumen. Konsumen Indonesia seolah disuguhi produk ’sampah’ yang tidak layak atau belum tentu memenuhi standar keamanan. Tentu kita masih ingat banyaknya isu yang mencuat ke permukaan sejak beberapa tahun lalu tentang penggunaan bahan berbahaya di dalam kosmetik.
Badan POM sepanjang tahun 2004 telah menyita lebih dari 3.000 produk kosmetik impor maupun produk kosmetik palsu, dan jumlah tersebut diperkirakan meningkat. Pada Juni 2009, BPOM mengeluarkan peringatan publik NO. KH.00.01.43.2503 mengenai penarikan peredaran 70 item kosmetik yang mengandung bahan berbahaya/bahan dilarang merkuri, hidrokinon, asam retinoat, zat warna merah K.3 (CI 15585), merah K.10 (rhodamin b) dan jingga K.1 (CI 12075). Dari 70 item tersebut yang terbanyak adalah 44 produk kosmetik perawatan kulit mengandung bahan berbahaya atau bahan yang dilarang. Pengumuman tersebut cukup mengejutkan, karena terdapat juga produk ternama dan mahal, meski beberapa hari kemudian berita tersebut dibantah oleh produsen bersangkutan dengan alasan bahwa mereka tidak pernah membuat jenis produk bersangkutan (BPOM RI, 2009).
Kasus lain juga terjadi pada pertengahan tahun 2009, saat BPOM Makassar memusnahkan 234 item produk kosmetik. Angka temuan tersebut meningkat di tahun 2010 sebanyak 400 kosmetik. Pada tahun yang sama, BPOM Pontianak menemukan 3.322 kosmetik berbahaya dari 29 lokasi (Liau, 2011). Kasus-kasus tersebut hanyalah beberapa contoh kasus yang penulis rangkum dari berita-berita yang berseliweran di internet.
Berkali-kali razia telah dilakukan, baik terhadap produk ilegal (kasus kosmetik impor) maupun legal. Namun tetap saja banyak produk kosmetik berbahaya, terutama produk impor, yang dijual secara bebas. Tak heran jika kepercayaan konsumen semakin menipis terhadap kredibilitas BPOM dan juga terhadap keamanan produk-produk kosmetik yang beredar di pasaran. Konsumen seolah tak mau lagi dibodohi oleh embel-embel ‘natural’ dan ‘organik’ pada kemasan produk, atau bahkan menyangsikan jaminan label BPOM yang tercantum di bungkus kemasannya.
Tidaklah berlebihan jika penulis mengatakan telah muncul sebuah chemophobia, yakni sebuah ketakutan di tengah-tengah masyarakat yang awam terhadap bahan kimia berbahaya untuk memakai produk kosmetik. Tak sedikit juga masyarakat yang menyalahkan kinerja BPOM melalui media situs internet. Namun, apakah produk impor ilegal yang kini beredar hanya merupakan kesalahan BPOM semata? Pantaskah jika di dalam masyarakat muncul sikap menjauhi atau sama sekali anti terhadap produk kosmetik yang telah mendapatkan label BPOM di atas bungkus kemasannya?
Pembahasan
Kosmetik sudah dikenal sejak berabad-abad yang lalu. Pada abad ke-19, pemakaian kosmetik mulai mendapat perhatian, yaitu selain untuk kecantikan juga untuk kesehatan. Perkembangan ilmu kosmetik serta industrinya baru dimulai secara besar-besaran pada abad ke-20. Kosmetik yang kini beredar di pasaran adalah kosmetik yang diproduksi secara pabrik (laboratorium), dimana telah dicampur dengan zat-zat kimia untuk mengawetkan kosmetik tersebut agar tahan lama, sehingga tidak cepat rusak.
Di Indonesia, wanita dengan kulit wajah yang putih bersih selalu menjadi icon iklan produk perawatan wajah dan tubuh di media cetak dan elektronik. Keinginan seseorang untuk bisa tampil cantik dan memiliki kulit yang putih bersih telah membuat seseorang bersikap konsumtif dan melakukan berbagai cara, salah satunya dengan memakai krim pemutih. Produk pemutih kulit adalah salah satu jenis produk kosmetik yang mengandung bahan aktif yang dapat menekan atau menghambat pembentukan melanin sehingga akan memberikan warna kulit yang lebih putih.  Beberapa bahan aktif yang banyak digunakan antara dalam kosmetik lain hidroquinon, merkuri, dan kombinasi hidroquinon dengan asam retinoat.
Xenobiotik berasal dari bahasa Yunani: Xenos yang artinya asing. Xenobiotik adalah zat asing yang masuk dalam tubuh manusia. Contoh: obat obatan, insektisida, zat kimia tambahan pada makanan (pemanis, pewarna, pengawet) dan zat karsinogen lainya. Xenobiotik umumnya tidak larut air, sehingga kalau masuk tubuh tidak dapat diekskresi. Untuk dapat diekskresi xenobiotik harus dimetabolisme menjadi zat yang larut, sehingga bisa diekskresi. Organ yang paaling berperan dalam metabolisme xenobiotik adalah hati. Ekskresi xenobiotik melalui empedu dan urine. Pada metabolisme obat, pada obat yang sudah aktif → metabolisme xenobiotik fase 1 berfungsi mengubah obat aktif menjadi inaktif, sedang paa obat yang belum aktif → metabolisme xenobiotik fase 1 berfungsi mengubah obat inaktif menjadi aktif
Mekanisme detoksifikasi dalam tubuh terdiri dari dua tahap utama yaitu :
Transformasi tahap I, terjadi proses oksidasi yang hasilnya dilanjutkan
Transformasi tahap II, yaitu proses konjugasi Fungsi utama dari reaksi tahap satu dan dua adalah mengoksidasi senyawa xenobiotik dan melanjutkan dengan reaksi konjugasi untuk membuat senyawa xenobiotik menjadi bersifat polar dan mudah disekresikan melalui urin. Masalah yang dapat timbul adalah dihasilkannya produk oksidasi yang reaktif dan mempunyai afinitas yang tinggi pada DNA dan protein sehingga menyebabkan kerusakan DNA atau protein sel. Konjugasi pada DNA dan protein sel merupakan awal dari proses keracunan kronis yang diketahui dapat termanifestasi dalam bentuk berbagai penyakit degeneratif. Tranformasi tahap II ini memberikan beberapa jalur konjugasi yang memperantarai racun yang bersifat minyak mudah larut dalam air, sehingga dapat dibuang melalui urin, empedu, tinja dan keringat. Reaksi konjugasi ini termasuk :
         a. Konjugasi Glukuronidasi (Glucuronidation Conjugation)
b. Konjugasi Sulfasi (Sulfation Conjugation)
c. Konjugasi Glutation (N-acetyl cysteine, dimana asam amino cysteine dan methionin
    adalah bahan awal) 
d. Konjugasi Acetylasie. Konjugasi Metilasi (Methylation Conjugation)
f. Konjugasi Asam Amino (Konjugasi glycine, taurine, glutamine, ornithin dan arginin)
Selama proses detoksifikasi, apabila proses tranformasi tahap I terlalu cepat, tetapi tahap dua terlambat, maka akan kelebihan bahan perantara yang sangat beracun, menyebabkan kerusakan jaringan yang lebih luas, sehingga memerlukan perlindungan antioksidan vitamin A-beta carotene, vitamin C, vitamin E, flavonoid, proantocyanin yang berasal dari tumbuh-tumbuhan..Konjugasi Glukuronidasi (Glucuronidation Conjugation). Konjugasi dengan asam glukuronat ini adalah bentuk transformasi tahap II yang paling umum. Gugusan glukuronat dapat dipindahkan ke beberapa group fungsional termasuk : Alkohol, asam karbosilat, amine, thiols dan beberapa methylene group yang aktif. Proses ini memerlukan enzim UDP-glukuronosyltransferase dan cosubstrat Uridine-5”-diphospho-alpha-glukuronic acid (UDPGA) sebagai sumber asam glukuronat.
a. Konjugasi Sulfasi (Sulfation Conjugation)
Merupakan transformasi tahap II yang menambah gugusan sulfat ke alcohol dan amine, menjadi bentuk sulfate atau sulfonamide, dibantu oleh enzim Sulfotransferase dan cosubstrat 3”-phosphoadenosine-5”-phosphosulphate (PAPS) sebagai sumber group sulfate.

b. Konjugasi Glutation N-acetyl cysteine,
dimana asam amino cysteine dan methionin adalah bahan awal. Sangat penting dalam konjugasi tahap II pada hewan dan tumbuh-tumbuhan. Dibawah pengaruh enzim glutathione S-transferase, glutation dapat bereaksi dengan serangkaian substrat termasuk epoxide, aryl dan alkyl halide dan bahan majemuk elektrofilik lainnya. Glutation S-transferase terdapat pada fraksi sitosol kebanyakan sel dan organ tubuh seperti hati, ginjal, paru, dan usus halus (Commandeur et al., 1995). Glutation (GSH) adalah tripeptida (-L-glutamil-L-sisteinil-glisin) yang memainkan peran utama dalam biotransformasi dan ekskresi xenobiotika dan pertahanan sel terhadap oxidative stress (Josephy, 1997). Glutation S-transferase (GST) merupakan keluarga enzim yang mengkatalisis reaksi konjugasi glutation dengan sejumlah besar xenobiotika elektrofilik endogen maupun eksogen. GST melindungi sel tubuh terhadap serangan senyawa elektrofil yang sering bersifat sitostatik, mutagenik, dan karsinogenik, dengan jalan mengkatalisis reaksi konjugasi antara gugus tiol (-SH) pada glutation (GSH) dengan pusat elektrofilik senyawa elektrofil. Reaksi ini akan menghasilkan produk konjugat glutation yang selanjutnya akan ditranspor ke ginjal dan dimetabolisme lebih lanjut menjadi asam merkapturat (Josephy, 1997).

c. Konjugasi AcetylasiTranformasi ini tidak menghasilkan racun-racun yang larut air.
Alcohol dan amine dapat diacetylasi dengan acetyl CoA, dibawah pengaruh enzim acetyl transferase.

d. Konjugasi Metilasi (Methylation Conjugation).
Transformasi ini kurang penting dibanding transformasi tahap II lainnya. Pada umumnya hanya dipakai untuk mentranformasi beberapa jenis thiols, phenol dan amines yang dihasilkan dalam tubuh saja dengan perantara S-Adenosyl methionine (SAM) dan dikatalisasi oleh beberapa jenis enzim methyl transferase (Sangayuudara, 2011).
Salah satu zat xenobiotik yang dapat terakumulasi dalam tubuh adalah merkuri. Kosmetik yang mengandung merkuri dapat terserap oleh kulit dan masuk ke dalam tubuh. Merkuri ini akan mudah sekali terikat dengan protein dan enzim yang ada di dalam tubuh, karena protein dan enzim tubuh memiliki grup tiol, sehingga merkuri tersebut akan mengkontaminasi tubuh. Merkuri dapat masuk dan terserap oleh paru-paru serta dapat menembus kulit dan juga dapat terserap oleh lambung apabila tertelan. Banyak penyakit yang ditimbulkan, diantaranya mengiritasi kulit, dan juga mata dan membran mucus. Merkuri organik dapat masuk ketubuh melalui paru-paru, kulit dan juga lambung. Merkuri apapun jenisnya sangatlah berbahaya pada manusia karena merkuri akan terakumulasi pada tubuh dan bersifat neurotoxin (Wurdiyanto, 2007).
Merkuri dapat menyebabkan perubahan warna kulit yang akhirnya dapat menyebabkan bintikbintik hitam pada kulit, iritasi kulit, hingga alergi, serta pemakaian dalam dosis tinggi bisa menyebabkan kerusakan otak secara permanen, ginjal, dan gangguan perkembangan janin, bahkan pemakaian dalam jangka pendek dalam kadar tinggi bisa menimbulkan muntah-muntah, diare, kerusakan paru-paru, dan merupakan zat karsinogenik yang menyebabkan kanker. Penggunaan merkuri dalam waktu lama menimbulkan dampak gangguan kesehatan hingga kematian pada manusia dalam jumlah yang cukup besar. Pengaruh merkuri terhadap kesehatan manusia dapat diurai sebagai berikut (Wurdiyanto, 2007):

1. Pengaruh terhadap fisiologis.
Pengaruh toksisitas merkuri terutama pada Sistem Saluran Pencernaan (SSP) dan ginjal
terutama akibat merkuri terakumulasi. Jangka waktu, intensitas dan jalur paparan serta bentuk
merkuri sangat berpengaruh terhadap sistem yang dipengaruhi. Organ utama yang terkena pada paparan kronik oleh elemen merkuri dan organomerkuri adalah SSP. Sedangkan garam
merkuri akan berpengaruh terhadap kerusakan ginjal. Keracunan akut oleh elemen merkuri yang terhisap mempunyai efek terhadap sistem pernafasan sedang garam merkuri yang tertelan akan berpengaruh terhadap SSP, efek terhadap sistem cardiovaskuler merupakan efek sekunder.

2. Pengaruh terhadap sistem syaraf.
Merkuri yang berpengaruh terhadap sistem syaraf merupakan akibat pemajanan uap elemen merkuri dan metil merkuri karena senyawa ini mampu menembus blood brain barrier dan dapat mengakibatkan kerusakan otak yang irreversible sehingga mengakibatkan kelumpuhan permanen. Metilmerkuri yang masuk ke dalam pencernaan akan memperlambat SSP yang mungkin tidak dirasakan pada pemajanan setelah beberapa bulan sebagai gejala pertama sering tidak spesifik seperti malas, pandangan kabur atau pendengaran hilang (ketulian).


3. Pengaruh terhadap ginjal.
Apabila terjadi akumulasi pada ginjal yang diakibatkan oleh masuknya garam inorganik atau phenylmercury melalui SSP akan menyebabkan naiknya permiabilitas epitel tubulus sehingga akan menurunkan kemampuan fungsi ginjal (disfungsi ginjal). Pajanan melalui uap merkuri atau garam merkuri melalui saluran pernafasan juga mengakibatkan kegagalan ginjal karena terjadi proteinuria atau nephrotik sindrom dan tubular nekrosis akut.

4. Pengaruh terhadap pertumbuhan.
Terutama terhadap bayi dan ibu yang terpajan oleh metilmerkuri dari hasil studi membuktikan ada kaitan yang signifikan bayi yang dilahirkan dari ibu yang makan gandum
yang diberi fungisida, maka bayi yang dilahirkan mengalami gangguan kerusakan otak yaitu
retardasi mental, tuli, penciutan lapangan pandang, microcephaly, cerebral palsy, ataxia,
buta dan gangguan menelan.
Beberapa ketentuan batasan kandungan merkuri pada suatu bahan sebagai berikut :
• Kandungan merkuri dalam darah yang aman maksimum 0,04 ppm (part per millions)
• Untuk bahan kosmetik, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melarang penggunaan merkuri meskipun dengan konsentrasi kecil. Kadar merkuri dalam jaringan sebesar 0,1 – 1 ppm sudah dapat menyebabkan gangguan fungsi tubuh, sedangkan kadar merkuri dalam darah para pekerja tambang rakyat mencapai 0,16 ppm. Menurut IPCS (International Programme on Chemical Safety) paparan merkuri pada tubuh manusia mencapai 200 s/d 500 mikrogram per liter atau 200 s/d 500 ppb (part per billions) baru menimbulkan gejala penyakit minamata (Wurdiyanto, 2007).
Selain melakukan razia terhadap kosmetik yang mengandung bahan berbahaya dan dilarang seperti yang tercantum dalam Peraturan Menkes RI No.445/ MENKES/PER/V/1998 (BPOM RI, 2008) dan Keputusan Kepala BPOM No.HK.00.05.4.1745 tentang Kosmetik, BPOM juga mengambil langkah cukup tegas dengan menyeret distributor produk ilegal ke pengadilan. Tercatat hingga Juni 2011, terdapat 3 kasus produk kosmetik dan obat-obatan yang mengandung zat atau bahan berbahaya di Dumai. Pemilik produk atau para distributor tersebut terbukti telah melanggar Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan (Sihotang, 2011).
Selain merkuri, hidroquinon dalam krim pemutih yang kandungannya diatas 2% juga dikategorikan sebagai bahan berbahaya bagi kesehatan. Hidroquinon termasuk golongan obat keras yang hanya dapat digunakan berdasarkan resep dokter. Pemakaian hidroquinon dapat menyebabkan iritasi kulit, kulit menjadi merah dan rasa terbakar, juga menyebabkan kelainan pada ginjal, kanker darah (leukemia) dan kanker sel hati (Djajadisastra, 2003).
Banyak juga tergandung juga asam retinoat, yang tersusun dari cincin sikloheksenal, sebuah cinsin poliena dan gugus karboksilat yang terikat di ujung. Asam retinoat atau tretinoin adalah bentuk asam dari vitamin A, merupakan zat popular yang digunakan dalam kosmetik karena kemampuannya mengatur pembentukan dan penghancuran sel-sel kulit. Kemampuannya mengatur siklus hidup sel ini juga dimanfaatkan oleh kosmetik anti aging (efek penuaan).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar