Selasa, 27 November 2012

ISOLASI SENYAWA TERPENOID PADA BIJI PEPAYA



ISOLASI DAN IDENTIFIKASI TERPENOID

            Ekstraksi senyawa terpenoid dilakukan dengan dua cara yaitu: melalui sokletasi dan maserasi. Sekletasi dilakukan dengan melakukan disokletasi pada serbuk kering yang akan diuji dengan 5L n-hexana. Ekstrak n-hexana dipekatkan lalu disabunkan dalam 50 mL KOH 10%. Ekstrak n-heksana dikentalkan lalu diuji fitokimia dan uji aktifitas bakteri. Teknik maserasi menggunakan pelarut methanol. Ekstrak methanol dipekatkan lalu lalu dihidriolisis dalam 100 mL HCl 4M.hasil hidrolisis diekstraksi dengan 5 x 50 mL n-heksana. Ekstrak n-heksana dipekatkan lalu disabunkan dalam 10 mL KOH 10%. Ekstrak n-heksana dikentalkan lalu diuji fitokimia dan uji aktivitas bakteri. Uji aaktivitas bakteri dilakukan dengan pembiakan bakteri dengan menggunakan jarum ose yang dilakukan secara aseptis. Lalu dimasukkan ke dalam tabung yang berisi 2mL Meller-Hinton broth kemudian diinkubasi bakteri homogen selama 24 jam pada suhu 35°C.suspensi baketri homogeny yang telah diinkubasi siap dioleskan pada permukaan media Mueller-Hinton agar secara merata dengan menggunakan lidi kapas yang steril. Kemudian tempelkan disk yang berisi sampel, standar tetrasiklin serta pelarutnya yang digunakan sebagai kontrol. Lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35°C. dilakukan pengukuran daya hambat zat terhadap baketri.
Uji fitokimia dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi Lieberman-Burchard. Perekasi Lebermann-Burchard merupakan campuran antara asam setat anhidrat dan asam sulfat pekat. Alasan digunakannya asam asetat anhidrat adalah untuk membentuk turunan asetil dari steroid yang akan membentuk turunan asetil didalam kloroform setelah. Alasan penggunaan kloroform adalah karena golongan senyawa ini paling larut baik didalam pelarut ini dan yang paling prinsipil adalah tidak mengandung molekul air. Jika dalam larutan uji terdapat molekul air maka asam asetat anhidrat akan berubah menjadi asam asetat sebelum reaksi berjalan dan turunan asetil tidak akan terbentuk.


MATERI DAN METODE
Bahan
Biji pepaya yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji pepaya yang berwarna putih yang diambil di daerah Kupang-NTT. Bahan kimia yang digunakan seperti metanol (teknis dan p.a), kloroform p.a, n-heksana (p.a dan teknis), asam sulfat pekat, asam asetat anhidrat, kalium bromida (KBr), silika gel GF254, silika gel 60, etilasetat p.a, eter p.a, etanol (p.a dan teknis), dan akuades.
Peralatan
Peralatan yang digunakan adalah berbagai alat gelas, seperangkat alat kromatografi (KLT dan kolom), lampu ulta violet 254 nm dan 366 nm, spektrofotometer ultra violet -tampak, serta spektrofotometer inframerah.
Cara Kerja
Biji pepaya yang berwarna putih dicelupkan ke dalam etanol panas kemudian dikeringkan dan dihaluskan. Sebanyak 500 g serbuk kering biji pepaya diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut n-heksana. Ekstrak yang didapat diuapkan dengan rotary vacuum evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental n-heksana. Ekstrak kental tersebut diuji fitokimia dengan pereaksi Liebermann-Burchard untuk menentukan ada tidaknya triterpenoid. Ekstrak kental positif triterpenoid dipisahkan dengan kromatografi kolom. Sebelum dilakukan pemisahan dengan kromatografi kolom, terlebih dahulu dilakukan pemilihan eluen dengan teknik KLT. Hasil pemisahan kromatografi kolom (silika gel 60, n-heksana : eter : etilasetat : etanol (2:3:3:2)) yang sama digabungkan dan dikelompokkan menjadi kelompok fraksi. Masing-masing kelompok fraksi tersebut diuji untuk triterpenoid. Fraksi yang positif mengandung triterpenoid dengan noda tunggal dilanjutkan dengan uji kemurnian secara KLT dengan beberapa campuran eluen. Bila tetap menghasilkan satu noda maka fraksi tersebut dapat dikatakan sebagai isolat relatif murni secara KLT. Isolat relatif murni ini kemudian dianalisis dengan Spektrofotometer Ultra violet­tampak dan Inframerah.


HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolat yang diperoleh sebanyak 50 mg dari sekitar 500 g sampel serbuk kering biji papaya. Pemisahan 21,66 g ekstrak kental n­heksana menggunakan kromatografi kolom (silika gel 60, n-heksana : eter : etilasetat : etanol (2:3:3:2)) menghasilkan 127 eluat, yang kemudian difraksinasi denagn KLT menghasilkan 3 kelompok fraksi. Ketiga kelompok fraksi tersebut diuji untuk triterpenoid dengan pereaksi Liebermann-Burchard. Hasil uji triterpenoid ketiga kelompok fraksi tersebut dipaparkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil uji triterpenoid
Fraksi
Berat (g)

Pereaksi LB
F1 (5-23) F2 (24-65) F3 (66-127)
0,10 1,22 0,05

Coklat Merah ungu Merah ungu




Fraksi yang dilanjutkan untuk analisis lebih lanjut adalah fraksi F3. Uji kemurnian dengan analisis KLT menggunakan beberapa fase gerak menghasilkan isolat relatif murni dengan satu noda pada berbagai polaritas eluen yang digunakan. Hasil analisis dengan spektrofotometri inframerah menunjukkan adanya serapan tajam pada daerah bilangan gelombang 2923,8 cm-1 dan 2852,2 cm-1 yang diduga serapan dari gugus C-H alifatik stretching. Dugaan ini diperkuat oleh adanya serapan pada daerah bilangan gelombang 1464,4 cm-1 dan 1206,5 cm-1 yang merupakan serapan dari -CH2 dan –CH3 bending. Pita serapan yang tajam pada daerah bilangan gelombang 1710,4 cm-1 dengan intensitas kuat mengidentifikasikan gugus karbonil (C=O) (Sastrohamidjojo, 1985). Identifikasi dengan spektrofotometri ultra violet -tampak menunjukkan serapan maksimum pada panjang gelombang 228,5 nm yang kemungkinan diakibatkan oleh terjadinya transisi elektrón n-0 * dari kromofor C=O. Hal ini didukung hasil analisis spektrofotometri inframerah yang menunjukkan isolat mempunyai gugus fungsi C=O pada panjang gelombang 1710,4 nm. Serapan ultra violet yang landai pada panjang gelombang 287,7 nm kemungkinan diakibatkan oleh terjadinya transisi elektronik n -J * dari ikatan rangkap C=O (Sastrohamidjojo, 1985).
Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa isolat triterpenoid (F3) dengan konsentrasi 1000 ppm memiliki potensi menghambat pertumbuhan bakteri dengan diameter daerah hambat sebesar 10 mm untuk bakteri E. coli dan 7 mm untuk bakteri S. aureus.



Sukadan I.M, dkk. 2008. Aktivitas Antibakteri Golongan Triterpenoid dari Biji Pepaya (Carisa papaya L). ISSN 1907-9850.


Rabu, 21 November 2012

PRESENTATION OF ALKALOID

KELOMPOK 2

ERMY HOTDELIA (RRA1C110005)
QUEEN TRI RESKI (RRA1C110019)
PRANANTA GIA TARIGAN (RRA1C110026)
SAFRIZAL (RRA1C110028)
FITRI WAHYUNING (RRA1C110029)

ALKALOID
Alkaloid adalah senyawa organik yang terdapat di alam bersifat basa atau alkali dan sifat basa ini disebabkan karena adanya atom N (Nitrogen) dalam molekul senyawa tersebut dalam struktur lingkar heterosiklik atau aromatis 

Klasifikasi alkaloida 

1. Berdasarkan jenis cincin heterosiklik nitrogen yang merupakan bagian dari struktur molekul. Berdasarkan hal tersebut, maka alkaloida dapat dibedakan atas beberapa jenis seperti alkaloida di bawah ini :

2. Berdasarkan jenis tumbuhan darimana alkaloida ditemukan. Cara ini digunakan untuk menyatakan jenis alkaloida yang pertama-tama ditemukan pada suatu jenis tumbuhan. Berdasarkan cara ini, alkaloida dapat dibedakan atas beberapa jenis salah satu contohnya alkaloida tembakau seperti nikotin 

3. . Sistem klasifikasi berdasarkan Hegnauer
Pseudoalkaloid:
          Memiliki karakteristik seperti alkaloid tetapi tidak berasal dari asam amino, misal alkaloid terpen (aconitin: akaloid diterpen) dan alkaloid dari jalur metabolisme asetat (coniin), sifat kebasaan rendah
Protoalkaloid:
          Amin sederhana dimana atom nitrogennya bukan merupakan bagian dari cincin heterosiklik, bersifat basa dan berasal dari asam amino, misal meskalin.
 
Fakta mengenai alkaloid:
Alkaloid sesungguhnya adalah racun, senyawa tersebut menunjukkan aktivitas phisiologi yang luas, hampir tanpa terkecuali bersifat basa; lazim mengandung Nitrogen dalam cincin heterosiklik ; diturunkan dari asam amino ; biasanya terdapat “aturan” tersebut adalah kolkhisin dan asam aristolokhat yang bersifat bukan basa dan tidak memiliki cincin heterosiklik dan alkaloid quartener, yang bersifat agak asam daripada bersifat basa.

salah satu senyawa Alkaloid
 
Tembakau mengandung senyawa alkaloid, diantaranya adalah nikotin. Nikotin termasuk dalam golongan alkaloiod yang terdapat dalam famili Solanaceae. Nikotin dalam jumlah banyak terdapat dalam tanaman tembakau, sedang dalam jumlah kecil terdapat pada tomat, kentang dan terung. Nikotin terjadi dari biosintesis unsur N pada akar dan terakumulasi pada daun. Fungsi nikotin adalah sebagai bahan kimia antiherbivora dan adanya kandungan neurotoxin yang sangat sensitif bagi serangga, sehingga nikotin digunakan sebagai insektisida pada masa lalu.

ISOLASI SENYAWA KAFEIN 

Ekstraksi padat-cair: ekstraksi kafein dari teh
25  g daun  teh kering dan  20 g  natrium karbonat  dimasukkan  ke  dalam labu. Erlenmeyer 250 mL, kemudian tambahkan 225 mL air mendidih. Diamkan selama 7 menit, kemudian didekantasi ke dalam labu Erlenmeyer lain. Ke dalam daun teh ditambahkan 50 mL  air mendidih, kemudian ekstrak teh segera didekantasi dan digabungkan dengan ekstrak sebelumnya Untuk mengekstrak sisa kafein  yang mungkin ada, air berisi daun teh dididihkan selama  20 menit, kemudian ekstraknya didekantasi. Ekstrak teh didinginkan hingga suhu kamar,  kemudian, lakukan ekstraksi di dalam corong pisah dengan penambahan 30 mL diklorometana. Corong pisah dikocok secara perlahan selama 5 menit (supaya tidak terbentuk emulsi) dan sesekali keran corong pisah dibuka untuk mengurangi tekanan udara dalam corong. Ekstraksi diulang dengan penambahan 30 mL diklorometana ke dalam corong pisah. Ekstrak diklorometana dan  semua fraksi yang berwujud emulsi digabungkan di dalam labu Erlenmeyer 125 mL, kemudian  tambahkan kalsium klorida anhidrat ke dalam gabungan ekstrak dan emulsi, sambil diaduk  dan digoyang selama 10 menit. Kemudian, ekstrak diklorometana disaring dengan penyaringan biasa. Erlenmeyer dan kertas saring dibilas dengan 5 mL diklorometana. Filtrat digabung dan lakukan distilasi menggunakan penangas air untuk menguapkan diklorometana. Produk yang terbentuk ditimbang dan dilakukan  rekristalisasi menggunakan 5 mL aseton panas, lalu  larutan  ini  dipindahkan  dengan  pipet  ke  dalam  labu  Erlenmeyer  kecil.  Masih  dalam  keadaan  panas,  tambahkan ,n-heksana tetes demi tetes sampai  terbentuk  kekeruhan. Dinginkan sampai  mencapai  suhu kamar, kemudian kristal yang terbentuk disaring dengan penyaringan isap (vakum). Kristal dicuci dengan  beberapa  tetes  n-heksana.  Kemudian  dilakukan  pengujian titik leleh. 
ISOLASI SENYAWA NIKOTIN DAN PENENTUAN NMR 

Ekstraksi dan Identifikasi
 
Susanna,(2003), melakukan Pengukuran kadar nikotin dilakukan dengan menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi per batang rokok. Wu, et al.,(1998) melakukan identifikasi nikotin dalam daun tembakau dengan menggunakan supercritical fluid chromatography–ion mobility detector (SFC–IMD). Nikotin diekstraksi dari daun tembakau 0.6784 g dengan menggunakan kloroform 10 ml dalam sonicator selama 2 jam, ekstrak disaring dengan PTFE filter 0.4-mm. dipisahkan dengan metode SFC dan penentuannya dengan metode IMD menggunakan pembanding Nikotin murni (Sigma). 
ISOLASI SENYAWA KAFEIN
Ekstraksi padat-cair: ekstraksi kafein dari teh
25  g daun  teh kering dan  20 g  natrium karbonat  dimasukkan  ke  dalam labu. Erlenmeyer 250 mL, kemudian tambahkan 225 mL air mendidih. Diamkan selama 7 menit, kemudian didekantasi ke dalam labu Erlenmeyer lain. Ke dalam daun teh ditambahkan 50 mL  air mendidih, kemudian ekstrak teh segera didekantasi dan digabungkan dengan ekstrak sebelumnya Untuk mengekstrak sisa kafein  yang mungkin ada, air berisi daun teh dididihkan selama  20 menit, kemudian ekstraknya didekantasi. Ekstrak teh didinginkan hingga suhu kamar,  kemudian, lakukan ekstraksi di dalam corong pisah dengan penambahan 30 mL diklorometana. Corong pisah dikocok secara perlahan selama 5 menit (supaya tidak terbentuk emulsi) dan sesekali keran corong pisah dibuka untuk mengurangi tekanan udara dalam corong. Ekstraksi diulang dengan penambahan 30 mL diklorometana ke dalam corong pisah. Ekstrak diklorometana dan  semua fraksi yang berwujud emulsi digabungkan di dalam labu Erlenmeyer 125 mL, kemudian  tambahkan kalsium klorida anhidrat ke dalam gabungan ekstrak dan emulsi, sambil diaduk  dan digoyang selama 10 menit. Kemudian, ekstrak diklorometana disaring dengan penyaringan biasa. Erlenmeyer dan kertas saring dibilas dengan 5 mL diklorometana. Filtrat digabung dan lakukan distilasi menggunakan penangas air untuk menguapkan diklorometana. Produk yang terbentuk ditimbang dan dilakukan  rekristalisasi menggunakan 5 mL aseton panas, lalu  larutan  ini  dipindahkan  dengan  pipet  ke  dalam  labu  Erlenmeyer  kecil.  Masih  dalam  keadaan  panas,  tambahkan ,n-heksana tetes demi tetes sampai  terbentuk  kekeruhan. Dinginkan sampai  mencapai  suhu kamar, kemudian kristal yang terbentuk disaring dengan penyaringan isap (vakum). Kristal dicuci dengan  beberapa  tetes  n-heksana.  Kemudian  dilakukan  pengujian titik leleh. 
ISOLASI SENYAWA NIKOTIN DAN PENENTUAN NMR
Ekstraksi dan Identifikasi
 
Susanna,(2003), melakukan Pengukuran kadar nikotin dilakukan dengan menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi per batang rokok. Wu, et al.,(1998) melakukan identifikasi nikotin dalam daun tembakau dengan menggunakan supercritical fluid chromatography–ion mobility detector (SFC–IMD). Nikotin diekstraksi dari daun tembakau 0.6784 g dengan menggunakan kloroform 10 ml dalam sonicator selama 2 jam, ekstrak disaring dengan PTFE filter 0.4-mm. dipisahkan dengan metode SFC dan penentuannya dengan metode IMD menggunakan pembanding Nikotin murni (Sigma).