Rabu, 31 Oktober 2012

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA TERPENOID YANG AKTIF ANTIBAKTERI PADA HERBA MENIRAN (Phyllanthus niruri Linn)


Telah dilakukan isolasi dan identifikasi senyawa terpenoid antibakteri dari herba meniran (Pyllanthus niruri
Linn) dengan metode Kromatografi Gas – Spektroskopi Massa. Ekstraksi senyawa dilakukan dengan dua cara yaitu maserasi dengan pelarut metanol dan sokletasi dengan pelarut n–heksanaa.
Hasil uji fitokimia menggunakan pereaksi Lieberman-Burchard pada ekstrak n–heksanaa hasil maserasi dan
ekstrak n–heksanaa hasil sokletasi menunjukkan bahwa kedua ekstrak tersebut positif mengandung senyawa
terpenoid. Hasil uji aktivitas ekstrak n–heksanaa terhadap bakteri Escherichia coli ATCC® 25292 dan
Staphylococcus aureus ATCC® 25293 menunjukkan fraksi n–heksanaa hasil sokletasi memberikan daya hambat yang lebih baik. Daya hambat fraksi n–heksanaa hasil maserasi adalah 1 mm terhadap bakteri Escherichia coli dan 0,5 mm
terhadap bakteri Staphylococcus aureus, sedangkan daya hambat fraksi n–heksanaa hasil sokletasi yaitu 10 mm
terhadap bakteri Escherichia coli dan 12 mm terhadap bakteri Staphylococcus aureus.
Ekstrak n–heksanaa hasil sokletasi dimurnikan dengan menggunakan kromatografi kolom dan diidentifikasi
dengan Kromatografi Gas – Spektroskopi Massa. Data Kromatografi Gas – Spektroskopi Massa, menunjukkan
kemungkinan ekstrak n–heksanaa hasil sokletasi mengandung dua buah senyawa yaitu phytadiene [M+] 278 dan
senyawa 1,2-seco-cladiellan m/z 335 [M+- H].


http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/j-kim-vol2-no1-gunawan.pdf

Minggu, 28 Oktober 2012

TERPENOID















 POTENSI TUMBUHAN LUMUT SEBAGAI SUMBER BARU ANTIBAKTERI

 

Lumut termasuk ke dalam jenis tumbuhan tingkat rendah yang umumnya tumbuh di tempat-tempat basah dan lembab. Tumbuhan lumut sering disebut sebagai tumbuhan perintis, karena kemampuannya yang dapat tumbuh dalam berbagai kondisi lingkungan. Dalam bidang medis, pemanfaatan tumbuhan lumut sebagai obat tradisional telah lama digunakan masyarakat di negara Cina, Eropa, dan Amerika Utara. Di Indonesia, penelitian-penelitian terkait kandungan bioaktif lumut masih sangat kurang. Padahal dari segi letak geografisnya Indonesia berada di iklim tropis yang memiliki beragam jenis tumbuhan lumut. Sejak awal ditemukannya bakteri-bakteri resisten antibiotik, eksplorasi terhadap sumber-sumber baru antibakteri terus dilakukan. Hal ini disebabkan bahwa bakteri resisten antibiotik tidak dapat diinaktifkan menggunakan antibiotik yang ada (komersil), walaupun diberikan dalam dosis tinggi. Ekplorasi-eksplorasi yang dilakukan diantaranya adalah dengan mengekstrak berbagai bahan alami asal tumbuhan, salah satunya yaitu tumbuhan lumut. Tumbuhan lumut diketahui memiliki kandungan senyawa bioaktif dengan beragam aktivitas biologis. Beberapa aktivitas biologis yang teramati antara lain adalah bersifat sebagai antitumor, antikanker, antivirus, antikapang, dan antibakteri. Potensi ini perlu untuk dikembangkan, terutama sebagai sumber alternatif baru antibakteri.

Beberapa penelitian melaporkan bahwa kandungan bioaktif lumut sebagian besar teridentifikasi sebagai senyawa fenolik dan terpenoid. Senyawa fenolik adalah substansi yang mempunyai cincin aromatik dengan satu atau lebih gugus hidroksil sehingga sifatnya mudah larut dalam pelarut polar. Beberapa contoh dari senyawa fenolik adalah fenolik sederhana, asam fenolik, quinon, flavonoid, flavon, flavonol, dan tanin. Berbeda halnya dengan senyawa terpenoid, senyawa ini merupakan senyawa utama penyusun fraksi minyak atsiri dalam tumbuhan. Senyawa terpenoid terdiri dari monoterpenoid, sesquiterpenoid, diterpenoid, dan triterpenoid. Senyawa fenolik dan terpenoid memiliki sifat dan aktivitas antibakteri yang berbeda. Akan tetapi, secara umum mekanisme antibakteri kedua senyawa tersebut adalah dengan merusak struktur dinding sel dan mengubah permeabilitas membran sitoplasma sel. Perubahan dan kerusakan yang terjadi selanjutnya akan menyebabkan kebocoran bahan-bahan intraseluler dan terganggunya sistem metabolisme sel. Untuk memperoleh kandungan senyawa bioaktif pada tumbuhan, faktor penting yang harus diperhatikan adalah metode ekstraksi. Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu senyawa tertentu menggunakan pelarut organik berdasarkan derajat polaritasnya. Pemilihan metode ekstraksi yang sesuai sangat menentukan kualitas dari senyawa antibakteri yang akan dihasilkan. Salah satu metode ekstraksi yang umum digunakan untuk mengekstrak senyawa bioaktif pada tumbuhan adalah metode ekstraksi bertingkat. Dalam metode ini proses ekstraksi terbagi dalam tiga tahap. Proses ekstraksi tahap pertama dan kedua dilakukan dengan menggunakan pelarut non polar (n-heksana, sikloheksana, toluena, dan kloroform) dan semi polar (diklorometan, dietil eter, dan etil asetat), sedangkan proses ekstraksi tahap ketiga menggunakan pelarut polar (metanol, etanol dan air).

Salah satu jenis tumbuhan lumut yang sering diteliti kandungan bioaktifnya karena berfungsi sebagai antibakteri adalah Marchantia polymorpha. Menurut Asakawa, seorang peneliti asal Universitas Tokushima Bunri Jepang,   M. polymorpha termasuk ke dalam kelas lumut hati (hepaticae). Sifat antibakteri ekstrak lumut M. polymorpha dipengaruhi kuat oleh senyawa fenolik sederhana yang disebut Marchantin A. Lebih lanjut, sebagai perbandingan Asakawa menyatakan bahwa untuk mendapatkan 120 gram senyawa Marchantin A dalam bentuk murni, maka dibutuhkan sebanyak 6,67 kilogram bahan lumut dalam bentuk kering. Penelitian lainnya terkait bioaktivitas tumbuhan lumut adalah pengujian ekstrak lumut Plagiochasma commutata terhadap beberapa bakteri Gram positif dan Gram negatif. Penelitian ini dilakukan oleh Ilhan, seorang peneliti asal Universitas Osmangazi Turki. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa ekstrak dari lumut P. commutata memiliki aktivitas antibakteri yang kuat terhadap bakteri uji yang digunakan. Bakteri uji Gram positif yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: Bacillus mycoides, B. cereus, B. subtilis, dan Micrococcus luteus, sedangkan bakteri uji Gram negatif, meliputi: Klebsiella pneumoniae, Yersinia enterocolitica, Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, dan Enterobacter aerogenes.

Hasil-hasil dari penelitian di atas memberi gambaran singkat bahwa ekstrak tumbuhan lumut memiliki aktivitas biologis sebagai antibakteri. Antibakteri yang diperoleh ini nantinya diharapkan dapat digunakan secara luas dalam dunia medis. Terlebih lagi sebelumnya mengingat bahwa kondisi wilayah Indonesia memiliki beragam jenis tumbuhan lumut yang sangat berpotensi untuk dikembangkan.

http://pustakaku.net/science-technology-news/potensi-tumbuhan-lumut-sebagai-sumber-baru-antibakteri/

LUPUS



LUPUS
APA ITU PENYAKIT LUPUS……………..?????????????

Penyakit LUPUS adalah penyakit baru yang mematikan setara dengan kanker. Tidak sedikit pengindap penyakit ini tidak tertolong lagi, di dunia terdeteksi penyandang penyakit Lupus mencapai 5 juta orang, lebih dari 100 ribu kasus baru terjadi setiap tahunnya.
Arti kata lupus sendiri dalam bahasa Latin berarti “anjing hutan”. Istilah ini mulai dikenal sekitar satu abad lalu. Awalnya, penderita penyakit ini dikira mempunyai kelainan kulit, berupa kemerahan di sekitar hidung dan pipi . Bercak-bercak merah di bagian wajah dan lengan, panas dan rasa lelah berkepanjangan , rambutnya rontok, persendian kerap bengkak dan timbul sariawan. Penyakit ini tidak hanya menyerang kulit, tetapi juga dapat menyerang hampir seluruh organ yang ada di dalam tubuh.
Gejala-gejala penyakit dikenal sebagai Lupus Eritomatosus Sistemik (LES) alias Lupus. Eritomatosus artinya kemerahan. sedangkan sistemik bermakna menyebar luas keberbagai organ tubuh. Istilahnya disebut LES atau Lupus. Gejala-gejala yang umum dijumpai adalah:
  1. Kulit yang mudah gosong akibat sinar matahari serta timbulnya gangguan pencernaan.
  2. Gejala umumnya penderita sering merasa lemah, kelelahan yang berlebihan, demam dan pegal-pegal. Gejala ini terutama didapatkan pada masa aktif, sedangkan pada masa remisi (nonaktif) menghilang.
  3. Pada kulit, akan muncul ruam merah yang membentang di kedua pipi, mirip kupu-kupu. Kadang disebut (butterfly rash). Namun ruam merah menyerupai cakram bisa muncul di kulit seluruh tubuh, menonjol dan kadang-kadang bersisik. Melihat banyaknya gejala penyakit ini, maka wanita yang sudah terserang dua atau lebih gejala saja, harus dicurigai mengidap Lupus.
  4. Anemia yang diakibatkan oleh sel-sel darah merah yang dihancurkan oleh penyakit LUPUS ini
  5. Rambut yang sering rontok dan rasa lelah yang berlebihan
“Penyakit ini dapat mengenai semua lapisan masyarakat, 1-5 orang di antara 100.000 penduduk, bersifat genetik, dapat diturunkan. Wanita lebih sering 6-10 kali daripada pria, terutama pada usia 15-40 tahun. Bangsa Afrika dan Asia lebih rentan dibandingkan kulit putih. Dan tentu saja, keluarga Odapus. Timbulnya penyakit ini karena adanya faktor kepekaan dan faktor pencetus yaitu adanya infeksi, pemakaian obat-obatan, terkena paparan sinar matahari, pemakaian pil KB, dan stres,” ujarnya. Penyakit ini justru kebanyakaan diderita wanita usia produktif sampai usia 50 tahun sekalipun ada juga pria yang mengalaminya. Oleh karena itu dianggap diduga penyakit ini berhubungan dengan hormon estrogen.
Pada kehamilan dari perempuan yang menderita lupus, sering diduga berkaitan dengan kehamilan yang menyebabkan abortus, gangguan perkembangan janin atau pun bayi meninggal saat lahir. Tetapi hal yang berkebalikan juga mungkin atau bahkan memperburuk geja LUPUS. Sering dijumpai gejala Lupus muncul sewaktu hamil atau setelah melahirkan.
Tubuh memiliki kekebalan untuk menyerang penyakit dan menjaga tetap sehat. Namun, dalam penyakit ini kekebalan tubuh justru menyerang organ tubuh yang sehat. Penyakit Lupus diduga berkaitan dengan sistem imunologi yang berlebih. Dalam tubuh seseorang terdapat antibodi yang berfungsi menyerang sumber penyakit yang akan masuk dalam tubuh. Uniknya, penyakit Lupus ini antibodi yang terbentuk dalam tubuh muncul berlebihan. Hasilnya, antibodi justru menyerang sel-sel jaringan organ tubuh yang sehat. Kelainan ini disebut autoimunitas . Antibodi yang berlebihan ini, bisa masuk ke seluruh jaringan dengan dua cara yaitu :
Pertama, antibodi aneh ini bisa langsung menyerang jaringan sel tubuh, seperti pada sel-sel darah merah yang menyebabkan selnya akan hancur. Inilah yang mengakibatkan penderitanya kekurangan sel darah merah atau anemia.
Kedua, antibodi bisa bergabung dengan antigen (zat perangsang pembentukan antibodi), membentuk ikatan yang disebut kompleks imun.Gabungan antibodi dan antigen mengalir bersama darah, sampai tersangkut di pembuluh darah kapiler akan menimbulkan peradangan. Dalam keadaan normal, kompleks ini akan dibatasi oleh sel-sel radang (fagosit) Tetapi, dalam keadaan abnormal, kompleks ini tidak dapat dibatasi dengan baik. Malah sel-sel radang tadi bertambah banyak sambil mengeluarkan enzim, yang menimbulkan peradangan di sekitar kompleks. Hasilnya, proses peradangan akan berkepanjangan dan akan merusak organ tubuh dan mengganggu fungsinya. Selanjutnya, hal ini akan terlihat sebagai gejala penyakit. Kalau hal ini terjadi, maka dalam jangka panjang fungsi organ tubuh akan terganggu.
Kesembuhan total dari penyakit ini, tampaknya sulit. Dokter lebih berfokus pada pengobatan yang sifatnya sementara.Lebih difokuskan untuk mencegah meluasnya penyakit dan tidak menyerang organ vital tubuh.

Rabu, 17 Oktober 2012

ISOLASI SENYAWA ALKALOID DARI EKSTRAK METANOL DAUN BROTOWALI (Tinospora crispa (L.) Diels) DAN POTENSINYA SEBAGAI ANTIOKSIDAN

Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan di alam. Hampir seluruh senyawa alkaloid berasal dari tumbuh-tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan. Semua senyawa alkaloid mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang biasanya bersifat basa dan sebagian besar atom nitrogen ini merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Contoh tanaman yang mengandung senyawa alkaloid antara lain: brotowali, bluntas, daun wungu, kecubung, alang-alang, sambiloto, daun papaya, dan sebagainya.
Tanaman bratawali/ brotowali atau nama ilmiahnya adalah Tinospora crispa (L.) Diels merupakan salah satu tanaman asli Indonesia. Tanaman ini dikenal dengan khasiatnya untuk obat alternatif seperti demam, rematik, gatal-gatal, diabetes, kudis, obat luka, muntah, diare dan sebagainya. Menurut Noor H. dan Ashcroft S.J. (1998) senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman ini antara lain glikosida pikroretosida, zat pahit alkaloid berberina dan palmatina, pikroretin, damar dan harsa. Akarnya mengandung alkaloid berberina, tinosporina, tinosporidina, dan kolumbina. Juga dilaporkan mengandung senyawa anti oksidan bergenin (yang diidentifikasi sebaga gabungan senyawa N‐cis‐feruloil‐tiramin, N‐trans‐feruloil‐tiramin, dan seko‐iso‐larisi‐resinol). Juga mengandung senyawa kelompok triterpen siklo‐eukalenol dan siklo‐eukalenon (Kongkathip et.al.,2007).

Pada batang brotowali dilaporkan mengandung flavon O‐glikosida (apigenin), pikroretosida, berberina, palmatina, pikroretina, dan resin. Dalam penelitian terakhir ditemukan 3 senyawa kelompok alkaloid aporfina : N‐formil‐nor‐nusiferina, N‐asetil‐nornusiferina, dan Isikamina. Batang brotowali dilaporkan mengandung 2 senyawa diterpen baru tinotufolin-D dan viteksilakton. Uji pra klinis tanaman brotowali pada kultur sel Hela (karsinomaserviks), menunjukkan efek sitotoksisitas dari ekstrak brotowali setara dengan efek dari doxorubicin (Pranee et.al., 1997)
Hasil tumbukan atau pipisan daun brotowali digunakan sebagai obat gosok untuk mengobati sakit pinggang dan punggung. Di Jawa, T. crispa (L.) Diels banyak digunakan untuk mengobati demam dan sebagai obat luar, seperti luka dan gatal-gatal. Air rebusan daun banyak digunakan untuk menyembuhkan gatal-gatal, koreng, dan borok-borok yang sulit di sembuhkan yang disebabkan oleh adanya mikroorganisme (Kresnadi, 2003).
Banyak manfaat yang diberikan oleh tanaman brotowali telah mendorong dilakukannya penelitian untuk menggali potensi lain dari tanaman brotowali. Salah satunya ialah potensinya sebagai sumber antioksidan.. Antioksidan bekerja menghambat oksidasi dengan cara bereaksi dengan radikal bebas membentuk radikal bebas tidak reaktif yang relatif stabil. Radikal bebas memiliki pasangan elektron yang reaktif dan mampu bereaksi dengan protein, lipid, karbohidrat, atau DNA. Reaksi antara radikal bebas dan molekul-molekul tersebut berujung pada timbulnya suatu penyakit. Oksigen reaktif dapat pula memacu zat karsinogenik sebagai faktor utama penyebab kanker. Bahaya radikal bebas dapat diredam oleh senyawa antioksidan.
Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian mengenai komponen-komponen senyawa kimia yang terdapat dalam daun brotowali. Dalam penelitian ini akan diuji senyawa alkaloid utama (zat pahit: berberina dan palmatina) yang terkandung dalam daun brotowali dan kemungkinan potensinya sebagai antioksidan. Dengan uji antioksidan yang terdapat pada tanaman brotowali maka kita akan mengetahui senyawa mana saja yang berperan/ memiliki aktifitas antioksidan yang tinggi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tentang bahan tanaman obat yang dapat menjadi salah satu alternatif sumber antioksidan alami, sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas.

http://pradina21.blogspot.com/2011/05/isolasi-senyawa-alkaloid-dari-ekstrak.html

Rabu, 10 Oktober 2012

Sintesis Senyawa Flavonoid-α-Glikosida secara Reaksi Transglikosilasi Enzimatik dan Aktivitasnya sebagai Antioksidan

Antioksidan merupakan salah satu senyawa yang dapat menginaktifkan radikal bebas, molekul tidak stabil yang dihasilkan oleh berbagai jenis proses kimia normal tubuh atau oleh radiasi matahari, asap rokok dan pengaruh-pengaruh lingkungan lainnya. Dewasa ini penambahan antioksidan sintetik pada berbagai produk kosmetik, farmasi maupun makanan merupakan cara paling efektif untuk mencegah oksidasi lemak pada produk, tetapi penggunaan antioksidan sintetik oleh masyarakat semakin berkurang, karena beberapa penelitian membuktikan adanya efek toksik dan karsinogenik pada tubuh manusia (Osawa et al., 1992).
 Antioksidan yang memberi efek negatif umumnya adalah butyated hidroxy anisole (BHA), butyated hidroxy toluene (BHT) dan propyle galate (PG) sehingga dilakukan usaha untuk mencari antioksidan alami yang berasal dari tumbuhan yang dianggap lebih baik dari antioksidan sintetik, khususnya apabila ditinjau dari segi kesehatan. Antioksidan alami terdapat dalam bagian daun, buah, akar, batang dan biji dari tumbuh-tumbuhan obat. Bagian tersebut umumnya mengandung senyawa fenol dan polifenol (Pratt,1992). Polifenol dan turunannya telah lama dikenal memiliki aktivitas antibakteri, antimelanogenesis, antioksidan dan antimutagen ( Ahn et al., 1991; Ioku et al., 1992; Funayama et al., 1994). Sebagai antioksidan polifenol berperan sebagai penangkap radikal bebas penyebab peroksidasi lipid yang dapat menimbulkan kerusakan pada bahan makanan, selain itu menurut Sulistyo dkk. (1998) senyawa antioksidan berfungsi mencegah kerusakan sel dan DNA akibat adanya senyawa radikal bebas.
Senyawa flavonoid yang merupakan salah satu golongan dari polifenol sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimal dan masih digunakan secara terbatas. Hal ini dikarenakan senyawa flavonoid tidak stabil terhadap perubahan pengaruh oksidasi, cahaya, dan perubahan kimia.
Sintesis senyawa flavonoid-α-glikosida secara kimia, selain tidak ekonomis juga tidak mudah karena akan menghasilkan produk campuran dengan konfigurasi α dan β-glikosida (Funayama et al.,1994). Sebaliknya sintesis senyawa glikosida melalui pemanfaatan reaksi transfer enzimatik dewasa ini telah menarik perhatian para ilmuwan (Kuriyawa et al., 1995). Oleh karena itu, sintesis flavonoid-α-glikosida melalui reaksi transfer enzimatik menjadi pilihan untuk memperoleh senyawa yang relatif stabil dan memiliki kelarutan tinggi, Sulistyo et al. (1998) mempublikasikan bahwa enzim CGT-ase dapat dimanfaatkan dalam reaksi transglikosilasi dengan memakai senyawa flavonoid sebagai akseptor. Tujuan penelitian ini adalah untuk men-
2 BIODIVERSITAS Vol. 9, No. 1, Januari 2008, hal. 1-4
sintesis senyawa flavonoid-α-glikosida secara enzimatik menggunakan CGT-ase dari Aspergillus oryzae serta menguji aktivitas produk hasil reaksi transfer, sebagai antioksidan alternatif.

http://biodiversitas.mipa.uns.ac.id/D/D0901/D090101.pdf

Kamis, 04 Oktober 2012

Awas, Koran Bekas

Usaha-usaha untuk menanggulangi pencemaran logam berat di Indonesia sampai saat ini belum banyak dilakukan. Hal ini terutama karena sebagian besar industri di Indonesia belum mempunyai sarana pengolahan limbah yang memadai.

Usaha yang dapat kita lakukan untuk menghindari bahaya logam berat, antara lain dengan menghindari sumber bahan pangan yang memiliki risiko mengandung logam berat, mencuci dan mengolah bahan pangan yang akan dikonsumsi dengan baik dan benar.

Selain itu, kita juga perlu memperhatikan dan peduli terhadap lingkungan agar pencemaran tidak semakin bertambah jumlahnya. Peningkatan pengetahuan mengenai logam berat juga dapat bermanfaat dan membuat kita lebih waspada terhadap pencemaran logam berat.

Logam berat di dalam bahan pangan ternyata tidak hanya terdapat secara alami, namun juga dapat merupakan hasil migrasi dari bahan pengemasnya. Oleh karena itu, pengemasan bahan pangan harus dilakukan secara hati-hati. Pengemasan makanan dengan menggunakan kertas koran bekas tentu tidak tepat karena memungkinkan terjadinya migrasi logam berat (terutama Pb) dari tinta pada koran ke makanan. Pengemasan makanan dengan bahan yang memiliki aroma kuat, seperti PVC (Poly Vinyl Chloride) dan styrofoam, memungkinkan terjadinya migrasi arsen ke makanan. 
 
Timbal (Pb) dapat masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, makanan, dan minuman. Accidental poisoning seperti termakannya senyawa timbal dalam konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan gejala keracunan timbal seperti iritasi gastrointestinal akut, rasa logam pada mulut, muntah, sakit perut, dan diare.

Menurut Darmono (1995), Pb dapat mempengaruhi sistem saraf, inteligensia, dan pertumbuhan. Pb di dalam tubuh terikat pada gugus SH dalam molekul protein dan hal ini menyebabkan hambatan pada aktivitas kerja sistem enzim. Efek logam Pb pada kesehatan manusia adalah menimbulkan kerusakan otak, kejang-kejang, gangguan tingkah laku, dan bahkan kematian.
Toksisitas logam Cu pada manusia, khususnya anak-anak, biasanya terjadi karena CuSO4. Beberapa gejala keracunan Cu adalah sakit perut, mual, muntah, diare, dan beberapa kasus yang parah dapat menyebabkan gagal ginjal dan kematian (Darmono, 1995).

Senyawa arsen sangat sulit dideteksi karena tidak memiliki rasa yang khas atau ciri-ciri pemaparan lain yang menonjol. Gejala keracunan senyawa arsen terutama adalah sakit di kerongkongan, sukar menelan, menyusul rasa nyeri lambung dan muntah-muntah. Kompensasi dari pemaparan arsen terhadap manusia adalah kanker, terutama kanker paru-paru dan hati. Terpapar arsen di udara juga dapat menyebabkan pembentukan kanker kulit pada manusia.
 
http://nasional.kompas.com/read/2008/09/21/11254074/Bahaya.Logam.Berat.dalam.Makanan.

jadi,,,jangan gunakan koran bekas sebagai kemasan makanan kalian yach....
diri kita hanya kita yang mencintainya......

salam persahabatan........

SINTESIS SENYAWA FLAVONOID TERALKILASI DENGAN METODE REAKSI MULTIKOMPONEN SERTA STUDI AB INITIO MEKANISME REAKSI TAHAP AWAL SINTESISNYA

Flavonoid merupakan kelompok senyawa alam yang banyak ditemukan pada berbagai jaringan tanaman. Senyawa ini dicirikan dengan adanya pola C6-C3-C6 dengan dua cincin aromatik. Flavonoid banyak terdapat pada bahan makanan yang digunakan dalam nutraceutical. Literatur mutakhir menyebutkan kemungkinan penggunaan flavonoid dalam kemoterapi kanker bahkan ada yang sedang memasuki uji klinis tahap III. Hasil uji sitotoksisitas terhadap sel kanker murine leukemia P388 menunjukkan bahwa adanya gugus hidroksi pada cincin B dan gugus prenil pada posisi 3 merupakan faktor penting terhadap tingginya bioaktivitas. Kadar flavonoid yang rendah pada tanaman menjadi kendala untuk dimanfaatkan lebih lanjut sehingga perlu disintesis. Pada penelitian ini telah berhasil disintesis senyawa β-diketon yang merupakan senyawa kunci sintesis flavonoid teralkilasi. Telah ditemukan struktur dan energi keadaan transisi yang menunjukkan perbedaan energi pengaktifan reaksi dengan dan tanpa katalis. Hasil komputasi menunjukkan urutan kereaktifan asetil klorida, anhidrida asetat, dan asam asetat yang sesuai dengan pengamatan empiris.



http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-danielnim1-31004