POTENSI TUMBUHAN LUMUT SEBAGAI SUMBER BARU ANTIBAKTERI
Lumut termasuk ke dalam jenis tumbuhan tingkat rendah yang umumnya
tumbuh di tempat-tempat basah dan lembab. Tumbuhan lumut sering disebut
sebagai tumbuhan perintis, karena kemampuannya yang dapat tumbuh dalam
berbagai kondisi lingkungan. Dalam bidang medis, pemanfaatan tumbuhan
lumut sebagai obat tradisional telah lama digunakan masyarakat di negara
Cina, Eropa, dan Amerika Utara. Di Indonesia, penelitian-penelitian
terkait kandungan bioaktif lumut masih sangat kurang. Padahal dari segi
letak geografisnya Indonesia berada di iklim tropis yang memiliki
beragam jenis tumbuhan lumut. Sejak awal ditemukannya bakteri-bakteri
resisten antibiotik, eksplorasi terhadap sumber-sumber baru antibakteri
terus dilakukan. Hal ini disebabkan bahwa bakteri resisten antibiotik
tidak dapat diinaktifkan menggunakan antibiotik yang ada (komersil),
walaupun diberikan dalam dosis tinggi. Ekplorasi-eksplorasi yang
dilakukan diantaranya adalah dengan mengekstrak berbagai bahan alami
asal tumbuhan, salah satunya yaitu tumbuhan lumut. Tumbuhan lumut
diketahui memiliki kandungan senyawa bioaktif dengan beragam aktivitas
biologis. Beberapa aktivitas biologis yang teramati antara lain adalah
bersifat sebagai antitumor, antikanker, antivirus, antikapang, dan
antibakteri. Potensi ini perlu untuk dikembangkan, terutama sebagai
sumber alternatif baru antibakteri.
Beberapa penelitian melaporkan bahwa kandungan bioaktif lumut sebagian besar teridentifikasi sebagai senyawa fenolik dan terpenoid. Senyawa fenolik adalah substansi yang mempunyai cincin aromatik dengan satu atau lebih gugus hidroksil sehingga sifatnya mudah larut dalam pelarut polar. Beberapa contoh dari senyawa fenolik adalah fenolik sederhana, asam fenolik, quinon, flavonoid, flavon, flavonol, dan tanin. Berbeda halnya dengan senyawa terpenoid, senyawa ini merupakan senyawa utama penyusun fraksi minyak atsiri dalam tumbuhan. Senyawa terpenoid terdiri dari monoterpenoid, sesquiterpenoid, diterpenoid, dan triterpenoid. Senyawa fenolik dan terpenoid memiliki sifat dan aktivitas antibakteri yang berbeda. Akan tetapi, secara umum mekanisme antibakteri kedua senyawa tersebut adalah dengan merusak struktur dinding sel dan mengubah permeabilitas membran sitoplasma sel. Perubahan dan kerusakan yang terjadi selanjutnya akan menyebabkan kebocoran bahan-bahan intraseluler dan terganggunya sistem metabolisme sel. Untuk memperoleh kandungan senyawa bioaktif pada tumbuhan, faktor penting yang harus diperhatikan adalah metode ekstraksi. Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu senyawa tertentu menggunakan pelarut organik berdasarkan derajat polaritasnya. Pemilihan metode ekstraksi yang sesuai sangat menentukan kualitas dari senyawa antibakteri yang akan dihasilkan. Salah satu metode ekstraksi yang umum digunakan untuk mengekstrak senyawa bioaktif pada tumbuhan adalah metode ekstraksi bertingkat. Dalam metode ini proses ekstraksi terbagi dalam tiga tahap. Proses ekstraksi tahap pertama dan kedua dilakukan dengan menggunakan pelarut non polar (n-heksana, sikloheksana, toluena, dan kloroform) dan semi polar (diklorometan, dietil eter, dan etil asetat), sedangkan proses ekstraksi tahap ketiga menggunakan pelarut polar (metanol, etanol dan air).
Salah satu jenis tumbuhan lumut yang sering diteliti kandungan bioaktifnya karena berfungsi sebagai antibakteri adalah Marchantia polymorpha. Menurut Asakawa, seorang peneliti asal Universitas Tokushima Bunri Jepang, M. polymorpha termasuk ke dalam kelas lumut hati (hepaticae). Sifat antibakteri ekstrak lumut M. polymorpha dipengaruhi kuat oleh senyawa fenolik sederhana yang disebut Marchantin A. Lebih lanjut, sebagai perbandingan Asakawa menyatakan bahwa untuk mendapatkan 120 gram senyawa Marchantin A dalam bentuk murni, maka dibutuhkan sebanyak 6,67 kilogram bahan lumut dalam bentuk kering. Penelitian lainnya terkait bioaktivitas tumbuhan lumut adalah pengujian ekstrak lumut Plagiochasma commutata terhadap beberapa bakteri Gram positif dan Gram negatif. Penelitian ini dilakukan oleh Ilhan, seorang peneliti asal Universitas Osmangazi Turki. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa ekstrak dari lumut P. commutata memiliki aktivitas antibakteri yang kuat terhadap bakteri uji yang digunakan. Bakteri uji Gram positif yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: Bacillus mycoides, B. cereus, B. subtilis, dan Micrococcus luteus, sedangkan bakteri uji Gram negatif, meliputi: Klebsiella pneumoniae, Yersinia enterocolitica, Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, dan Enterobacter aerogenes.
Hasil-hasil dari penelitian di atas memberi gambaran singkat bahwa ekstrak tumbuhan lumut memiliki aktivitas biologis sebagai antibakteri. Antibakteri yang diperoleh ini nantinya diharapkan dapat digunakan secara luas dalam dunia medis. Terlebih lagi sebelumnya mengingat bahwa kondisi wilayah Indonesia memiliki beragam jenis tumbuhan lumut yang sangat berpotensi untuk dikembangkan.
Beberapa penelitian melaporkan bahwa kandungan bioaktif lumut sebagian besar teridentifikasi sebagai senyawa fenolik dan terpenoid. Senyawa fenolik adalah substansi yang mempunyai cincin aromatik dengan satu atau lebih gugus hidroksil sehingga sifatnya mudah larut dalam pelarut polar. Beberapa contoh dari senyawa fenolik adalah fenolik sederhana, asam fenolik, quinon, flavonoid, flavon, flavonol, dan tanin. Berbeda halnya dengan senyawa terpenoid, senyawa ini merupakan senyawa utama penyusun fraksi minyak atsiri dalam tumbuhan. Senyawa terpenoid terdiri dari monoterpenoid, sesquiterpenoid, diterpenoid, dan triterpenoid. Senyawa fenolik dan terpenoid memiliki sifat dan aktivitas antibakteri yang berbeda. Akan tetapi, secara umum mekanisme antibakteri kedua senyawa tersebut adalah dengan merusak struktur dinding sel dan mengubah permeabilitas membran sitoplasma sel. Perubahan dan kerusakan yang terjadi selanjutnya akan menyebabkan kebocoran bahan-bahan intraseluler dan terganggunya sistem metabolisme sel. Untuk memperoleh kandungan senyawa bioaktif pada tumbuhan, faktor penting yang harus diperhatikan adalah metode ekstraksi. Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu senyawa tertentu menggunakan pelarut organik berdasarkan derajat polaritasnya. Pemilihan metode ekstraksi yang sesuai sangat menentukan kualitas dari senyawa antibakteri yang akan dihasilkan. Salah satu metode ekstraksi yang umum digunakan untuk mengekstrak senyawa bioaktif pada tumbuhan adalah metode ekstraksi bertingkat. Dalam metode ini proses ekstraksi terbagi dalam tiga tahap. Proses ekstraksi tahap pertama dan kedua dilakukan dengan menggunakan pelarut non polar (n-heksana, sikloheksana, toluena, dan kloroform) dan semi polar (diklorometan, dietil eter, dan etil asetat), sedangkan proses ekstraksi tahap ketiga menggunakan pelarut polar (metanol, etanol dan air).
Salah satu jenis tumbuhan lumut yang sering diteliti kandungan bioaktifnya karena berfungsi sebagai antibakteri adalah Marchantia polymorpha. Menurut Asakawa, seorang peneliti asal Universitas Tokushima Bunri Jepang, M. polymorpha termasuk ke dalam kelas lumut hati (hepaticae). Sifat antibakteri ekstrak lumut M. polymorpha dipengaruhi kuat oleh senyawa fenolik sederhana yang disebut Marchantin A. Lebih lanjut, sebagai perbandingan Asakawa menyatakan bahwa untuk mendapatkan 120 gram senyawa Marchantin A dalam bentuk murni, maka dibutuhkan sebanyak 6,67 kilogram bahan lumut dalam bentuk kering. Penelitian lainnya terkait bioaktivitas tumbuhan lumut adalah pengujian ekstrak lumut Plagiochasma commutata terhadap beberapa bakteri Gram positif dan Gram negatif. Penelitian ini dilakukan oleh Ilhan, seorang peneliti asal Universitas Osmangazi Turki. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa ekstrak dari lumut P. commutata memiliki aktivitas antibakteri yang kuat terhadap bakteri uji yang digunakan. Bakteri uji Gram positif yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: Bacillus mycoides, B. cereus, B. subtilis, dan Micrococcus luteus, sedangkan bakteri uji Gram negatif, meliputi: Klebsiella pneumoniae, Yersinia enterocolitica, Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, dan Enterobacter aerogenes.
Hasil-hasil dari penelitian di atas memberi gambaran singkat bahwa ekstrak tumbuhan lumut memiliki aktivitas biologis sebagai antibakteri. Antibakteri yang diperoleh ini nantinya diharapkan dapat digunakan secara luas dalam dunia medis. Terlebih lagi sebelumnya mengingat bahwa kondisi wilayah Indonesia memiliki beragam jenis tumbuhan lumut yang sangat berpotensi untuk dikembangkan.
http://pustakaku.net/science-technology-news/potensi-tumbuhan-lumut-sebagai-sumber-baru-antibakteri/
Mengapa bakteri resisten antibiotik tidak dapat diinaktifkan menggunakan antibiotik yang ada (komersil),dan bakteri yang seperti apa yang dapat meginaktifkan bakteri resisten antibiotic tsb....????????????
BalasHapusMenurut artikel yang saya baca,
BalasHapusAntibiotik adalah senyawa kimia khas yang dihasilkan atau diturunkan oleh organisme hidup termasuk struktur analognya yang dibuat secara sintetik, yang dalam kadar rendah mampu menghambat proses penting dalam kehidupan satu spesies atau lebih mikroorganisme.Penggunaan antibiotik sebagai zat antibakteri juga mempunyai efek negatif seperti timbulnya resistensi bakteri terhadap aktivitas kerja obat.Kegiatan mikroba dipengaruhi oleh faktor lingkungannya. Perubahan dilingkungan dapat mengakibatkan terjadinya perubahan sifat morfologi dan fisiologi mikroorganisme. Beberapa golongan mikroorganisme resisten terhadap perubahan lingkungan karena dengan cepat melakukan adaptasi dengan lingkungan.
http://matakuliahbiologi.blogspot.com/2012/06/mikrobiologi-industri.html
http://aguskrisnoblog.wordpress.com/2012/01/09/pengaruh-senyawa-anti-mikroba-bagi-pertumbuhan-mikroba-dalam-makanan/